Minggu, 24 November 2019

Penjajakan Pendapat 24 November 2019




Dari Sebuah Polling


   Ada sebuah penjajakan pendapat yang dilaksanakan oleh tim bulletin PSCP Kutai Barat Kaltim, dimana respondennya dimintai pendapat, baik  bagi warga laki-laki dan perempuan KB PSCP di semua usia, jajak pendapat yang kami ajukan itu untuk bahan yang akan di jadikan salah satu isi dari konten warung kopi pendekar di Buletin PSCP Kutai Barat-Kabarnya Pendekar Milenial Zona Kubar-Kalimantan Timur.
   Warung Kopi Pendekar adalah sarana untuk mengakomodir isu dan wacana paling terbaharukan dari setiap kegiatan PSCP yang ada di pusat, wilayah, cabang dan ranting bahkan sub Ranting yang terblow up di medsos maupaun tidak terekspos dan isu-isu lain yang masih ada kaitannya dengan PSCP secara umum.
    Dan materi yang disampaikan dalam bentuk dialog tokoh-tokoh fiksi yang mewakili sosok-sosok yang ada di setiap kegiatan PSCP, sosok-sosok yang bertemu dengan berbagai hal pengalaman unik, manis asam pahit manakala merintis PSCP di zona perjuanganya masing-masing yang secara umum hampir memiliki pengalaman yang sama namun berbeda dimensi raung dan waktunya.
   Poling jajak pendapat bagi KB PSCP ini secara acak/random, yang temanya adalah jika seorang warga atau pelatih yang masih jomblo kemudian sudah bekerja dan siap secara lahir batin untuk menikah, maka sebaiknya ia menikah dengan perempuan jika ia pria atau lelaki, dengan pria jika ia wanita atau gadis, dan jodoh yang ia pilih di kolom jajak pendapat apakah dari kalangan pendekar atau kalangan biasa non pesilat.
   Dari beberapa opsi pertanyaan dan jawaban yang di ajukan di beberapa grup intern KB PSCP, audience memilih hal yang sebagian besar memilih jodoh non pesilat gadis atau perempuan bagi warga pria dan lelaki bukan pendekar bagi warga wanita, para warga pendekar baik laki-laki maupaun wanita alias lebih condong memilih jodohnya dari kalangan biasa non pesilat pendekar.
   Hal ini karena Dwija Wasana, Mbah Man, dalam beberapa kesempatan sudah mewanti-wanti bagi para warga KB PSCP, baik pria maupu perempuan, agar yang sudah di seniorkan, dituakan atau bahkan yang sesepuh PSCP di manapun ia berjuang, agar pandai-pandai menjadi pagar yang baik yang tidak merusak dan makan tanaman yang ia jaga, agar di contoh adik-adik seperguruanya kelak.
   Pagar yang baik artinya menjadi penjaga, bukan perusak, ibaratnya perempuan dan gadis-gadis remaja yang baru masuk menjadi bagian dari PSCP adalah aset berharga yang masih imut, labil, mudah rusak, luka, pecah dan layu, ibarat tanaman harus dijaga dan diamankan, agar ia bisa maksimal dan memperoleh latihan-latihan yang sesuai dengan bakat dan minatnya di PSCP sehingga kelak menjadi sosok perempuan yang tangguh, Srikandi Cempaka Putih.
   Di usia belia dan remaja, gadis-gadis itu ibarat tanaman yang nedeng-nedenge tuwuh, akan mengundang kambing-kambing dan hewan lainya yang lepas ikatan talinya tak tercancang lagi di patokan dan lepas dari kandangnya, tergoda untuk menikmati ranum dan sedapnya tanaman muda yang berdaun hijau segar!.
   Gadis-gadis dan remaja putri itu pun sama, di usia transisi menjadi wanita dewasa ibarat sebuah tanaman yang sedang subur dan di puncak-puncaknya untuk terus bertumbuh daun , tunas , batang serta bakal putik bunganya.
   Ia akan masuk ke dalam sebuah pencarian idola, pacar dan calon tambatan hati belahan jiwa, di mana alam bawah sadarnya sebagai perempuan muda, akan mencari sosok pria yang tangguh, baik secara fisik dan ekonomi.
   Sehingga ia berharap kelak jika menikah anak-anak garis keturunannya akan aman terjamin secara rohani, fisik dan material, sebuah tuntutan dan cita-cita yang sangat manusiawi dari seorang perempuan muda era purba bahkan sampai jaman now Milenial.
   Sehingga, perhatian lebih senior kepada siswanya seringkali membuat sebuah hubungan antara guru dan siswa tidak professional, ada ikatan batin sehingga seringkali menimbulkan gejolak dan intrik di intern PSCP di mana kasus itu kadang-kadang masih sering terjadi sampai hari ini.
  Siswi sendiri kadang berusaha mencari perhatian lebih dari sekedar perhatian guru kepada murid, hubungan saling membutuhkan, jika keduanya jomblo tidak masalah, namun manakala salah satu diantaranya sudah bertunangan bahkan menikah, masalah rumit akan muncul dan menjadi duri dalam daging.
   Akan timbul masalah dan penyakit sosial, benturan batin, rusaknya nama baik perguruan PSCP, dan imbasnya latihan yang di rintis susah payah akan bubar sia-sia hanya karena masalah yang kadang dianggap sepele, cinta lokasi antara atau sesama atau dengan senior, junior/adik angkatan bahkan siswa di lokasi latihan silat. yang semuanya berawal dari perhatian yang melebihi batas kewajaran antara guru dan murid.
    Studi kasus yang terjadi di saat Dwija Wasana merintis PSCP, beberapa anak didik beliau saat sabung/sparing bertarung mati-matian, bahkan menggunakan unsur tenaga dalam yang bisa membahayakan nyawa mereka.
   Usut punya usut, masalahnya rebutan cewek yang juga ikut di latihan PSCP yang beliau rintis, sehingga saat kedua cowok siswa sang Dwija sabung, ditonton sang pujaan hati, bagai sayembara pilih, siapa yang terkuat akan menjadi pemilik sah sang perempuan, naluri paling purba dari dunia manusia bahkan dunia hewan, sehingga anak didik sang Dwija pun bertarung hidup mati demi cinta seorang gadis, sangat luar biasa sodara-sodara.
   Saat musim kawin, di alam liar, harimau, singa, gajah, burung, ular dan binatang lain, para pejantanya akan berkelahi bertaruh nyawa demi bisa menjadi pejantan dominan di kawanannya dengan imbalan hak mengawini para betina-betina di kawananya itu, dan itu terjadi juga di kalangan manusia yang mencari jodohnya.
   Bahkan di era kerajaaan, putri raja yang terlalu banyak menerima pinangan/lamaran raja muda/pangeran dari kerajaan lain, akan di jadikan hadiah sayembara pilih.
   Dan bagi raja muda dan pangeran yang melamar ikut wajib naik gelanggang pertarungan, karena jika dipilih salah satu, mereka yang ditolak akan bersatu, ngamuk-ngamuk lebih ngeri dari bonek yang kalap karena timnya keok.
   Dan agar aman diadu di atas panggung/gelanggang, barbar dan efektif, siapa yang terkuat akan menjadi menantu sang raja ayahanda dari putri kerajaan yang diperebutkan sekian banyak raja muda dan pangeran.
   Akhirnya, siapapun yang menang akan lanjut sampai final, juara satu atau terakhir yang hidup akan memperoleh sang putri.
   Kembali ke poling jajak pendapat, suara terbanyak, 50 % lebih responden yang memilih jodoh gadis atau pria bukan pendekar, karena hidup, jodoh, rejeki di tangan Tuhan (bukan memiih kolom pilihan yang tercantum gadis/perempuan/laki-laki seperguruan di PSCP).
   Pilihan terbanyak  kedua 30 % lebih memilih untuk menikah dengan kawan perempuan atau laki-laki seperguruan seangkatan dan sudah kerja atau mapan secara ekonomi, artinya tertarik untuk menikah dengan kawan seangkatan atau tahun pelantikanya di PSCP, suara terbanyak ketiga yang 10 % lebih menikahi adik angkatan yang sudah warga dan bekerja serta mapan.
   Tim jajak pendapat sengaja menyelipkan kalimat sudah bekerja dan mapan secara ekonomi bagi warga (perempuan PSCP dan pria PSCP) yang akan/ditaksir oleh sang pemberi suara di jajak pendapat poling ini, sehingga bisa menajdi semacam patokan dan indoktrinasi, bahwa modal nikah itu selain cinta juga kerja yang menghasilka materi demi kelangsungan rumah tangga yang akan di bina kelak, cinta penting, kerja tak kalah utama, nikah itu sepasang yakni pria dan wanita, lahir dan batin, cinta dan kerja, dunia dan akhirat, dan seterusnya dan seterusnya.
   AD/ART PSCP tidak mengatur pernikahan antar warga PSCP, namun sang Dwija Wasana, Mbah Wagiman sendiri berulang kali mengamanatkan kepada KB PSCP, agar mengutamakan seduluran, keutuhan persatuan dan silaturahmi antar warga, melindungi nama baik perguruan dengan menjadi senior pelatih yang baik bagi siswa siswinya.
   Dan jika itu rusak gara-gara ulah oknum warga yang main api dengan siswa dan siswinya, Hukum alam dan hukum Tuhan yang akan bekerja, karena kita manakala di lantik saat masih di tingkat Purwa sudah bersumpah kepada lima kesetiaan, diantaranya SETIA KEPADA SESAMA INSAN, artinya insan sangat universal umum banget.
   Setia kepada tetangga, istri, tunangan, gebetan, pacar, sahabat, teman sekolah, teman belajar kelompok di sekolah atau di bangku kuliah dan lain-lain sesuai dengan porsinya masing-masing.
   Bagi siswa sendiri sangat tak elok jika menjalin hubungan terlarang dengan pelatihnya, bahkan ia tahu sang pelatih sudah beranak isteri atau bersuami dan memiliki buah hati, dan jika ada satu dua kasus sang siswi mengandung jabang bayi hasil hubungan gelap itu, maka semua akan kacau, rumit dan menyakitkan bagi semua KB PSCP yang ada di situ, satu individu berbuat masalah, semua merasakan sakitnya, dan sakitnya itu di sini (nunjuk jidat atau jantung boleh)!.
   Seluruh energi ketua cabang, ketua ranting dan ketua sub ranting akan terkuras mengatasi masalah tersebut, bahkan pengurus wilayah dan pusat akan cawe-cawe turun tangan demi sebuah Nama Baik Perguruan yang sudah tercemar hanya karena bermula dari Cinta Lokasi antara oknum senior dengan siswa dan siswinya.
    Hal ini jarang dibahas secara njlimet, namun sangat mendesak untuk dibumikan menjadi sebuah kesadaran dan tindakan baru serta semangat perjuangan yang juga baru dimana kita semua KB PSCP dimanapun berada wajib nguri-uri budaya leluhur kita yang adiluhung, pencak silat.
   Adik-adik seperguruan dan angkatan sangat memerlukan keteladanan para sesepuh dan senior pelatih serta warganya, agar adik-adik seperguruan dan angkatan itu tak akan mengulangi berbuat di kasus yang sama.
   Karena PSCP makin berkembang, dan angkatan 2019/2020 ini jumlah siswa siswi yang masuk menjadi murid di lokasi latihan makin banyak, sehingga tugas kita semua, baik pengurus maupun warga dan senior pelatih untuk membekali diri agar tetap tegak lurus menjaga amanat sang Dwija Wasana, menjaga nama baik perguruan dan tetap “setia” kepada sesama insan.
      Terimakasih  peran dan partisipasi seluruh bubuhan sedulur keluarga besar PSCP di grup-grup PSCP sehinga jajak pendapat ini menghasilkan data awal yang kami harapkan bisa menjadi salah satu alternatif dan acuan dasar agar PSCP di Kubar khususnya dan nusantara secara umum makin subur dan berkembang lagi menjadi salah satu mercusuar peradaban yang memberikan sesuatu yang bermanfaat kepada perdamaian dunia secara universal.
   Rumangsa Handarbeni Hangrupaki Ngulat Sarira Hangrasa Wani-Wiro Yudho Wicaksono.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Trisula Kembar

Sepasang Trisula Kembar, senjata yang menjadi lambangIkatan Pencak Silat Indonesia