PADEPOKAN MACAN PUTUH GUNUNG LAWU
Tibalah sebuah era baru di dunia persilatan, kini telah
berubah haluan mengikuti zaman dan peradaban nuswantara!. Mataram telah
terpecah menjadi kerajaan kecil yang lemah, para prajurit yang berjiwa kesatria
pendekar telah dilemahkan sedemikian rupa oleh kelicikan penjajah kolonial
Belanda!.
Sejak masuknya bangsa eropa di tanah
pertiwi, bangsa Belanda khususnya, gerak kehidupan para kesatria pendekar
sangat dibatasi, karena di tangan mereka terkandung kandungan kekuatan
keprajuritan yang menggetarkan!.
Karena tekanan serta ketakutan kolonialisme
terhadap kekuatan para kesatria pendekar itulah maka perguruan pencak silat
dilarang berkembang di nusantara……..hanya satu dua yang bertahan, dan itupun
merahasiakan keberadaan mereka dari mata-mata penjajah asing!
Maka para kesatria pendekar bagai tertidur di ayunan alam
mimpi yang maha panjang………
Hingga pada suatu senja di lerang gunung Lawu,
mengiring sang waktu yang terus berganti, sang waktu yang berlalu, sang waktu
yang berlari. ,,,,..bahkan terkadang merangkak, berjalan, pelahan….membawa suasana pelan namun pasti……, suatu hari manakala
senja di lembah gunung Lawu yang menjulang biru, diantara hijaunya pepohonan,
hutan, ladang dan kebun serta bentangan areal persawahan yang subur ijo
royo-royo, dua orang sepuh berjalan beriringan, ……..sayup terdengar
percakapannya terbawa desir angin selatan yang membawa udara beku di lereng
yang makin temaram itu,,,!
"....nanti akan tiba dimas
saatnya darah prajurit itu akan dibangkitkan kembali"
"kapan itu rakamas"
"manakala di lembah gunung lawu muncul sebuah padepokan, dimana umbul-umbul dan panji panji kejayaan nusantara kan kembali berkibar gagah, sebuah padepokan kecil yang melahirkan kesatria besar di zamannya sang kesatria pingitan, yang piningit oleh misteri zaman dimas"
.......lalu kedua sesepuh yang membawa pusaka Mataram itu melanjutkan perjalanan mereka menyusuri hutan Ngrayudan....lalu lereng lawu agak benderang oleh remang bulan sabit, di sebuah belik kecil mereka berhenti sejenak untuk melepaskan lelah, fajar sebentar lagi akan merekah!.
setelah beristirahat sejenak, kedua orang yang berusia sepuh itu melanjutkan perjalanan mereka, menyusuri jalanan setapak yang samar-samar makin kelihatan memerah, di timur fajar pecah, semburat saga membuat langit terbangun dari lelapnya dekapan sang malam!
"kapan itu rakamas"
"manakala di lembah gunung lawu muncul sebuah padepokan, dimana umbul-umbul dan panji panji kejayaan nusantara kan kembali berkibar gagah, sebuah padepokan kecil yang melahirkan kesatria besar di zamannya sang kesatria pingitan, yang piningit oleh misteri zaman dimas"
.......lalu kedua sesepuh yang membawa pusaka Mataram itu melanjutkan perjalanan mereka menyusuri hutan Ngrayudan....lalu lereng lawu agak benderang oleh remang bulan sabit, di sebuah belik kecil mereka berhenti sejenak untuk melepaskan lelah, fajar sebentar lagi akan merekah!.
setelah beristirahat sejenak, kedua orang yang berusia sepuh itu melanjutkan perjalanan mereka, menyusuri jalanan setapak yang samar-samar makin kelihatan memerah, di timur fajar pecah, semburat saga membuat langit terbangun dari lelapnya dekapan sang malam!
Lalu, saat menjelang pecah fajar
di kaki langit timur, di dekat kedua orang itu, pada dinding batu yang
ditumbuhi semak dan ganggang lumut hutan muncullah sinar benderang yang seakan
lorong panjang yang mengarah kepada sebuah jalan yang diapit du buah gerbang dimana
berdiri gapura raksasa…..kedua sesepuh itu masuk dan menghilang, seiring
musnahnya kedua sosok itu, lenyap pula sinar benderang dan gapura raksasa yang
menjulang itu!, lalu senyap, dinding batu itu kembali membisu seakan tidak
pernah ada kejadian yang maha hebat yang pernah terjadi, tak lama fajar tiba,
alam raya bangkit terbangun dari mimpi lelahnya……….!!!
beratus tahun kemudian…………..
beratus tahun kemudian…………..
Senja baru saja tiba, sang malam sebentar lagi merajai
suasana yang kian meremang sempurna seiring munculnya kerlip bintang yang
bertabur merata di wajah langit, udara perlahan-lahan menjadi semakin sejuk dan
dingin. Lembah gunung Lawu makin remang, puncaknya menjulang biru gagah di
langit yang semakin pekat, selimut dewi malam membawa udara makin beku namun
segar!. Lalu kumpulan awan menutup langit,suasana seketika pekat sempurna!.
Di sebuah jalan setapak, seorang anak muda berlari-lari kecil
menyusuri jalanan yang berdebu akibat
musim kering, di atas sebuah batu besar yang
bentuknya bagaikan seekor gajah tidur ia
meloncat naik, padukuhan di sepanjang lembah gunung Lawu nampak berkerlip dari
bias lampu rumah penduduk, ia berdiri
tegak, matanya tajam memandang ke lembah dibawahnya, ia melihat, di atas puncak
gunung Lawu, bulan sabit telah hadir, menggantung bagai senyum bidadari yang
menyambut datangnya sang malam.
Lalu dari arah lembah di depannya, nampak seberkas cahaya yang berkedip beberapa
kali. Lalu mati, berkedip menyala lalu mati kembali dengan cepat membentuk pola sandi cahaya, ia segera
mencoret-coret beberapa kata di selembar kertas kecil, lalu melipatnya kembali,
setelah selesai ia segera berlari menuruni perbukitan yang kanan kirinya rimbun
oleh rerumputan dan semak yang mengeluarkan harum bunga liar, musim bunga liar
menghias wajah lereng gunung lawu, yang penuh pepohonan besar berseling semak
dan rimbunnya perdu berbunga warna-warni, musim mekarnya bunga liar menambah seronok
jika siang hari!.
Memasuki sebuah tanah yang datar agak lapang, ia berhenti,
meneriakkan suara mirip burung malam, lalu ada sahutan dengan suara serupa,
sahut menyahut beberapa kali, dari arah yang gelap beberapa sosok bayangan
melompat mendekat, suasana pekat, gelapnya
sempurna, ia bersama sosok-sosok yang
tadi mendekat bersama-sama menuju sebuah
pondok sederhana, lalu menyerahkan tulisan yang ia bawa, seseorang menerimanya
dengan cepat,… lalu mereka, para pemuda
yang nampak seusia itu memasuki sebuah ruangan yang diterangi nyala lampu
kecil, nyalanya tenang, menerangi ruangan yang tanpa perabot dan hanya beralaskan
tikar pandan.
“hmmmm…baiklah kawan-kawan, perintah telah berjalan muali
malam ini, tugas pertama kita malam ini adalah mengadakan patroli dan
penyergapan buat para pendekar muda yang akan masuk kampung lewat tengah malam
tepat!”
Nampak seorang pemuda seaparuh baya, duduk bersila sambil
membaca sebuah kertas yang bertuliskan beberapa kata sandi!. Seragam pakainnya
hitam-hitam dengan ikat kepala gadung melati.
“lalu berapa personel kekuatan kita ketua”
Seorang yang duduk disamping kanannya menyela, ia berpakaian
serupa namun dengan ikat kepala yang berbeda corak batikya.
“pos I diujung kampung, 10 relawan menjaganya, di pertengahan perempatan
kampung 10 orang dan beberapa orang lagi yang memiliki kanuragan lebih di
antara kalian akan menyertai berjaga, dan seluruh kekuatan yang tersisa menjaga di markas, pos III di
tengah aku sendiri yang akan memimpin bersama beberapa yang sudh senior, total
semua pos telah terisi kurang lebih 100 orang, bisa dimengerti kawan-kawan?”
“ bisa….!!!!!”
Serempak yang hadir, yang nampaknya para pimpinan dari
kelompoknyamenyahut cepat.
“ada yang ditanyakan”
Segenap yang hadir terdiam sejenak, hening mewarnai ruangan
itu, lalu…..
“bagimana jika pendekar muda yang naik ke kampung ini
berkemampuan diatas rata-rata dan mengejutkan kami yang di pos I ketua?”
Seorang pemuda berkumis dan berbadan tegap menyela memecah
keheningan suasana pondokan.
“baik,,,,biar dimas Rajawali Langit warga tingkat II akan
mengawal di pos satu untuk menghadapi perlawanan para pendekar muda”
“mengerti, terimakasih ketua!”
Ia menyahut, nampak guratan puas di sudut bibirnya yang
tersenyum, bak kembang tak jadi, senyum sekilas saja, rata-rata yang hadir di
ruangan itu semua nampak tegang!.
Lalu lima orang yang nampaknya para pimpinan di kelompoknya
masing-masing telah mengambil kata sepakat untuk tindakan yang akan diambil
untuk menyambut masuknya para pendekar muda di lokasi pertahanan mereka di
lereng Lawu malam itu!.
Malam merangkak dengan cepat, tengah malam tiba juga
…..ujung kampung yang pintu gerbangnya di apit dua batang pohon kantil gelap
pekat, lokasi di lereng gunung lawu itu benar-benar terpisah dari padukuhan dan
desa-desa yang nampak berkerlip benderang oleh pijar lampu yang berkerlip nampak indah di sepanjang
ngarai dan lembah, di tempat ini hanya beberapa kerlip nyala lampu minyak saja
yang datang dari beberapa pondok sederhana, malam makin beku, beberapa kelompok
manusia yang rata rata masih muda beranjak dewasa telah berjalan tergesa dan lalu bersiaga di tepi jalanan tanah yang berdebu
karena kemarau panjang!.
Seseorang nampak menyalakan sebatang rokok, dengan bara dari sisa kayu yang menyala, bekas unggun membuat
pekatnya suasana mendadak benderang menyilaukan.
“petzzz…..”
Tiba-tiba saja nyala bara
padam, sebuah angin berkesiur membawa udara dingin , cahaya bara sampai
padam akibat kuatnya hembusan angin dingin seakan mengandung air lembab beku
tersebut, ia terkejut lalu sesosok tubuh tiba-tiba saja telah berada di
dekatnya
“jangan bikin api, biarkan kegelapan ini melatih indera kita
lebih tajam”
“oh..maaf ketua, saya
khilaf”
“baiklah, bertugaslah dengan baik, aku akan ke pos satu
melihat suasana”
Sebelum ada yang menyahut, ia telah berkelebat meninggalkan
tempat tersebut, menghilang di kegelapan.
“hmmm……sepi angin, nampaknya ketua mengusai juga teknik
langka tersebut”
“mengapa kita tidak diajarkan guru saat pendadaran dulu”
“karena tidak sembarang orang boleh memilikinya, nanti akan
disalahgunkan untuk tindakan kejahatan yang merugikan orang lain, walau sekarang
kelompok kita diaanggap menyalahi aturan perguruan, namun di tangan ketua dan
dukungan kita, yakinlah kita akan keberhasilan perjuangan kelompok ini!”
“luar biasa, ketua baru saja bicara denganku, tiba-tiba saja
sekali loncat ia telah menghilang…luar biasa, dan sepenuh jiwa ragaku aku akan
mengabdi pada ketua demi perjuangan kita ini!”
“makanya, kita harus tekun berlatih biar bisa sampai tataran
utama”
Bisik bisik itu berhenti manakala, dari ujung jalan nampak sesosok tubuh berkelebat sangat
cepat berlari ke arah mereka yang bersembunyi di kanan kiri jalan
……………………..
“mereka datang, rombongan pertama berjumlah 3 orang saja,
namun pos satu gagal menghentikan laju mereka, kita harus bisa meringkus mereka
di pos dua ini”
“lha kakangmas Rajawali Langit kemana”
“ia juga gagal menghentikan laju ketiga pendekar muda itu”
“mana mungkin 10 arang pendekar pilihan dan seorang Rajawali
Langit gagal menghentikan 3 orang saja,
kan jumlah mereka hanya 3 saja, masak jumlah segitu banyaknya kalah…mana
bisaaa…”
“ya begitulah kenyataanya kawan, aku juga tidak paham
mengapa bisa terjadi seperti itu!”
“Bagaiman dengan ketua…..?”
“beliau tidak ada, entahlah dimana berada sekarang, yang
jelas ketiganya akan tiba sesaat lagi disini, bersiaplah!!”
……….ketiga pendekar
muda yang disebut-sebut beberapa orang itu telah membuat bergetar dada mereka di malam
yang pekat di lereng lawu, ketiganya ternyata sangat digdaya usianya yang masih
sangat belia!.
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
Malam merangkak perlahan, lereng gunung Lawu yang dingin
semakin bertambah bekunya, desir angin menggoyangkan pucuk-pucuk cemara gunung
yang menjulang ke angkasa malam, satu dua kerlip bintang bertaburan, awan
tersingkap oleh semilir angin, membawa udara malam yang beku bagai menembus
tulang!.
Suasana senyap,namun terpecah seketika, terkoyak oleh bunyi berdebam, ada benda berat
yang seakan jatuh dari langit, disusul beberapa teriak kesakitan!.
Di kegelapan nampak tiga sosok yang bertarung dengan sangat
sengit menghadapi lima belas orang yang berpakaian serba hitam bercadar,
ketiganya dengan tenang menyambut setiap serangan dengan elakan dan kadang
membalas dengan cekatan dan sangat cepat, akibatnya beberapa pengepungnya jatuh
berdebam menghantam tanah kering berdebu di lereng gunung Lawu malam itu.
Tak berapa lama beberapa penyerang mengeluarkan senjata
berbagai jenis, pisau, tombak bermata ganda di kedua ujungnya dan beberapa
trisula, ketiga orang yang dikeroyok itu hanya bermodalkan tongkat pendek
belaka!, namun mampu memunahkan setiap serangan yang datang bergelombang
menusuk titik mematikan, huncaman ujung senjata mengarah langsung ke jantung!.
“menyerahlah, tinggalkan tempat ini, dan kalian tidak akan mati
dengan penderitaan dan kesakitan menghadapi kami yang tiada ampun degan cara
apapun meminta kalian membatalkan misi apapun yang kalian bawa dari Padepokan”
“tidak bisa, kalian yang harus segera meninggalkan tempat
ini, kalian tidak berhak lagi tinggal disini, guru sendiri tidak ingin
mengotori tangannya dengan darah kalian, karenanya beliau mengutus kami untuk
menghukum kalian yang telah memalukan nama perguruan jika benar-benar sudah
tidak bisa kami ajak turun gunung dengan baik-baik”
“haaaaa ahaaahahahaaahahaaa……”
Segenap yang mengepung ketiga sosok muda tersebut
tertawa…tertawa yang sangat luar biasa keras, bagi telinga wadag manusia
kebanyakan akan kesakitan, karena suara tawa yang dilepaskan dengan tenaga
dalam tingkat tinggi tersebut akan merusak gendang telinga, namun tidak
berdampak buruk bagi indera pendengaran ketiganya, walau masih belia namun
menguasai teknik serupa yang tak kalah dahsyat!.
“hmmm….Gelap Ngampar….”
Bisik salah satu dari ketiganya, kedua temannya mengangguk,
lalu mereka mengatur jalan nafas , melapisi setiap pori dan nadi dengan tenaga
dalam agar tidak terkena pengaruh teknik
yang kejam tersebut….
Marah sejadi-jadinya sang pimpinan penyerang yang mengeroyok
ketiga pemuda tersebut, menyerang dengan tombak pendek bermata ganda, namun
ketiganya bukan pendekar ingusan yang baru belajar mengenal jurus, serangan
bergelombang dari para pengeroyoknya yang berkemampuan tinggi mereka hadapi
dengan tenang dan terukur!
Sang pemimpin yang mengeroyok ketiga pemuda pendekar itu
bahkan telah mendapatkan luka lebam memar akibat pukulan tongkat pendek yang
memutar deras seakan berdengung menangkis setiap serangan senjata berbagai
jenis, saat batang tombak bermata ganda sang pimpinan bisa dielakkan, salah
satu dari ketiga pemuda itu balas menyerang dengan cepat, tak ampun sodokan tongkat yang telak menghantam
dadanya!.
Nyeri yang disertai panas membara bagai membakar isi
dadanya,……..pukulan tongkat yang telah dilambari teknik tenaga api dari ilmu
terlarang “Segara Geni”………
“sialan…..anak muda ini memiliki kemampuan di luar dugaanku, siapa mereka sebenarnya, bahkan aku sendiri tidak bisa mengalahkan ketiganya….”…disela rasa sakit yang menyengat, ia meyumpah-nyumpah ketiga lawanya yang teramat tangguh, bahkan menguasai ilmu legendaris yang telah lama hilang dari dunia persilatan, teknik pukulan segara geni yang berdaya api yang mengahanguskan target pukulan tiada ampun, yang bahkan mampu diarahkan secara terukur lewat senjata tongkat!.
“menyerahlah andika sekalian, jangan sampai jatuh korban
diantara kita yang tidak perlu….”
“bangsat,,,,!”
Baru saja salah satu dari ketiga pemuda pendekar itu
berbicara….sesosok bayangan tiba-tiba saja masuk ke dalam arena
pertarungan……..”kalian yang harusnya menyerah untuk aku hukum, berani sekali
kalian naik kesini wahai anak muda!”
Seorang laki-laki berjubah hitam setengah umur berbadan
tegap dan tinggi telah berdiri tegak dengan kedua tangan mengepal……udara telah
berubah menjadi hangat lalu perlahan panas…..makin panas bahkan sampai keringat
orang-orang yang ada di arena pertarungan menitik makin deras…….udara yang
Telah dipanaskan oleh
ilmu kanuragan tataran tingkat tinggi, ……..
“kalian cepat urus dimas Rajawali Laangit, aku sendiri yang
akan menghadapi mereka, cepat tinggalkan tempat ini, karena sebentar lagi para
pendekar padepokan lembah Lawu akan membanjiri tempat ini untuk meringkus kita”
“baik kakangmas”
Maka semua orang bercadar hitam itu serempak melompat mundur
dan meninggalkan gelanggang pertarungan, menghilang di balik kegelapan, salah
satu dari ketiga pemuda itu akan mengejar, namun segera urung manakala ada
hantaman udara panas menuju tepat di depan wajahnya…pukulan jarak jauh yang
dilambari tenaga dalam yang sangat mapan!.
Ia bersalto melenting ke samping dengan gesit……maka
terbebaslah dari keadaan yang mengancam keselamatannya, kedua kawannya segera
bersiaga, memasang kuda-kuda, tangannya meraih sebuah gagang keris dari sisi
lambung kanannya, ia lolos dan acungngkan keris itu kepada lawannya yang
berdiri beberapa depa di hadapannya:
Lalu, perlahan namun pasti, berkesiur desir-desir lembut dan
halus angin sejuk lalu makin dingin dan beku, seketika suasana panas membara
berubah sebaliknya, udara mendadak beku, dari ujungkeris yang diacungkan tegak
ke udara itu memancar pendaran cahaya putih berkilau yang membawa pengaruh di
luar nalar…..mendatangkan angin dingin beku yang seketika merubah suasana membara
menjadi sejuk, dingin lalu bahkan perlahan menjadi atis, dingin dan beku!.
……….
MISI
Sementara itu, di tempat lain, di sebuah pendopo sebuah
padepokan sederhana yang lumayan luas, seorang lelaki sepuh berpakaian serba
hitam dan ikat kepala gadung melati sedang duduk bersila di kelilingi beberapa
orang yang berpakaian serupa namun dengan ikat kepala yang berbeda coraknya
yang nampaknya menunjukkan tingkatan tataran dari sebuah perguruan bela diri!.
“guru,,,,,ananda mendapat titipan salam dari kangjeng
Pengeran Diponegoro, beliau mengucapkan ribuan ucapan terimakasih atas kiriman
10 siswa Padepokan Lembah Lawu, sehingga pertahanan Belanda di Semarang
kocar-kacir akibat tambahan pasukan dari 10 pendekar pilihan siswa padepoakn
lembah Lawu yang guru pimpin”
“..hmm…rupanya anakmas Ontowiryo telah menetapkan pilihan
hati nuraninya, bahkan telah merubag gelar bangsawannya…”
“benar guru”…seorang lelaki setengah umur yang duduk di
sebelah sisi dari orang yang di panggil guru menyahut gumaman itu dengan
sahutan pelan dan lembut namun berkesan tegas, lalu ia melanjutkan:
………..
“bahkan beliau telah mendirikan Mataram baru dan bergelar
Sultan Ngabdul Hamid Erucakra Sayidin Panetep Agama Khalifatullah ing Tanah Jawa
ingkang Jumeneng kang sepisan”
“ucapan terimakasih anakmas Ontowiryo telah aku terima, dan
bahkan beliau telah menyerang semarang sebagai pusat kedudukan Kompeni Belanda,
juga aku mendukung sepenuhnya perjuangan beliau sebagai raja tandingan Mataram
yang makin lemah di kuasai Belanda!”
“lalu bagaimana kekuatan kalian 10 siswa yang aku ijinkan
bergabung dengan pasukan Gunung Selarong menggempur kekuatan belanda di bumi
Mentaram yang dulu berdaulat ini wahai Suryopati?”
“kami semua selamat walau ada juga menderita luka akibat
ledakan meriam Belanda yang terlambat kami atasi dengn kanuragan yang guru
pernah ajarkan jika berlaga mengdapi senjata bangsa Belanda yang menakutkan,
yakni Meriam, namun sekarang beberapa luka kecil akibat pecahan mesiau meriam
itu telah sembuh seperti sedia kala guru”
Percakapan itu terhenti sejenak manakala beberapa cantrik
mengeluarkan singkong rebus dan wedang jahe, walaupun makanan sederhana dan
minuman yang sedrhana pula, namun cukup member tenaga dan kekuatan baru, udara
dingin di lembah lawu, dimana sebuah padepokan rahasia berdiri menempa para
kesatria pendekar kini menjadi hangat, hangat akibat perbincangan serius
sekaligus hidangan wedang jahe panas dan singkong rebus yang masih mengepul
pula!.
(berlanjut ke...Expedisi Macan Putih)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar