Selasa, 12 September 2017

Cerita Pencak Silat Kekinian


Berlaganya Dua Srikandi







Jajaran tanaman kelapa subur, pohon yang melambangnkan bentang alam nusantara itu menjulang dengan lambaian dahan dan daunnya yang elok gemulai, angin senja di bumi pedalaman Kalimantan sunguh nyaman dan asri, jalanan lengang hanya dihiasi satu dua pengendara motor yang baru pulang dari kebun dan ladangnya.
Di sebuah Lamin adat Dayak:
Setelah jam 7 malam lewat, Dewi bergegas pamit pada mamaknya yang sedang sibuk menidurkan adik semata Wayangnya yang rewel sejak sore minta jalan melihat pasar malam di Ulu Mahakam yang beberapa hari ini telah berkegiatan sepanjang sore sampai lewat tengah malam, menawarkan berbagai macam kebutuhan barang rumah tangga, mulai dari bumbu dapur sampai pakaian anak sekolah.
MamaKnya memberi ijin Dewi, anak sulungnya yang perempuan namun cekatan dan tegas, seperti ayahandanya yang berwatak tak jauh dari sang puteri, buah tak akan jatuh jauh dari pohonnya orang bilang, sang ayah yang seorang prajurit TNI di perbatasan, putera jawa yang menikahi puteri kepala suku Dayak 20 tahun silam.
Ada SMSmasuk
 “wi, ayo jalan, kita jadi nonton pasar malam kan, thx, linda”
Ia balas cepat, merekapun berbalas SMS:
 “ sory ya, ada latihan malam ini”
“kamu ini tiap malam minggu latihan silat melulu mau jadi atlitkah Wi?”
“ya, bulan depan tanggal 21 ada ajang turnamen Buati Cup di taman Budaya Lin!”
“emangnya kamu ikut lomba silat jugakah?”
“iya dunk, kalau aku menang, dapat trophy, medali juga piagam plus uang pembinaan”
“wah, mau dunk ikut silat, biar dapat hadiah juga, berat ya kata teman latihan silat”
“berat Lin, jangan kut deh, kamu nanti nangis lho”
“kenapa nangis”
“ya memang berat, kalau ndak kuat akan nangis karena capek”
“emang silatmu apa kok segitunya”
“Cempaka Putih dari Jawa lin!”
“ooo..pencak silat cempaka putih yang logo perguruanya bundar itu ya”
“iya Lin, bukan yang kotak, yang kotak itu Psht, dari jawa juga”
“ya udah aku nanti mampir di tempatmu latihan boleh ndak Wi”
“ya, mampir saja sama Didik, kalian kan pasangan sejati toh hehehehe!”
Lalu ia memasukkan hapenya ke dalam tas kecil, si Dewi bergegas mensetarter motor matiknya, setelah membawa segala perlengkapan yang diperlukan selama latihan, air minum yang tertinggal di atas meja dapur telah dimasukkan kembali ke dalam tasnya, itupun ia ingat baru saja akan keluar pagar rumah panggungnya, udara malam minggu sangat cerah, bulan separuh bertengger di angkasa malam, jutaan bintang berkerlip mengisi suasana malamnya para muda-mudi di sebuah kota pemekaran dari kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Kutai Barat bersolek menata diri menyambut masa depan gemilang.
Sampai di tempat latihan hanya ada Sinta, Yuni juga Elin, kawan-kawannya yang lain belum muncul, masih jam setengah delapan, beberapa siswa telah mulai pemanasan dengan berlari berkeliling lapangan, lampu dari jalanan menerangi tanah hamparan tanah lapang yang luas membentang, udara malam cerah, secerah siswa-siswi pencak silat yang giat dan tekun berlatih menghadapi kejuaraan dalam rangka HUT kabupaten Kutai Barat yang ke 14 tahunnya.
“ayo Wi latihan Tenaga Dalam saja, biar badanku enteng ndak ngantuk lagi, tadi aku kebanyakan makan, jadi sekarang ngantuk diriku ini”
Elin, gadis semampai itu menepuk bahu Dewi, sahabatnya yang sibuk membenahi sabuk Pencak Silat warna Biru yang menjuntai ke rumput.
“dasar kamu Lin, perut Indonesia, sedikit makan langsung ngantuk, ingat tuh lawanmu nanti, kalau ketemu Ratna di kelas C bisa babak belur kamu dibanting kalau kamu ngantukan gitu”
“mana bisa Kak Ratna membantaiku seperti tahun lalu, aku kan sudah setahun mempelajari teknik tangkapan, kalau ia memukul pastilah bisa aku selesaikan dengan mudah heheheheh!”.
“jangan meremehkan lawan coy, lawanmu juga tentu berlatih keras mempertahankan kemenangannya lagi, maka itu kita harus menambah porsi latihan, urusan pribadi di malam minggu pun kita korbankanlah demi perjuangan ini”
Dan tiba-tiba si Sinta nyeletuk sambil mengencangkan sabuknya.
“aku sih siap saja, juga tidak meremehkan lawan kok!” cuek Elin membalas sambil memonyongkan mulutnya kea rah Sinta.
1 Bulan Kemudian
Ajang Bupati Cup sudah dimulai, Dewi dan kawan-kawan sukses menyapu bersih semua Kelas, Elin menjadi gong penutup, menghadapi sepupunya sendiri dari perguruan Psht!.
Ya, perjalanan kehidupan berulang kembali, seperti tahun sebelumnya, si Elin, sang Srikandi Pscp, Pesilat cempak Putih berhadapan dengan Ratna, Srikandi Psht, kakak sepupunya sendiri yang seusia namun karena ia anak pakdenya, ia memanggil kakak.
Dan kedua pesilat telah berhadapan di atas matras, Ratna yang kalem, lembut keibuan itu memakai kerudung, selalu memancingnya dengan tendangan A sendal pancing, tipuan pukulan sendal pancing, Elin maju selangkah kecil, ia tahu teknik sang sepupu!.
Ia menangkapnya, gagal, ada jeda kosong sangat sempit, ia memukul dada Elin,
 “buk”
 masuk, satu poin untuk Pesilat Psht kategori kelas C, membahana pendukung Ratna bersorak sorai bagai gelegar halilintar merobohkan taman Adat Budaya Sendawar!.
Setelah babak ke dua Elin berusaha tampil lebih tenang, dia tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama dengan pertarungannya tahun lalu di ajang yang sama, kalah angka dengan sepupunya sendiri, sekilas ia lihat kawannya memberi acungan jempol aplous untuk mensuportnya, ia ambil nafas lalu pasang ringan, Ratna memancingya dengah pukulan dan tendangan sandal pancing untuk membuka pertahanannya, Elin tetap tenang, berusaha mencuri poin dari sang sepupu tuanya!.
Tegang suasana manakala Srikandi dari Perguruan legendaris Psht berhadapan secara langsung dengan Srikandi Perguruan pencak Silat Cempaka Putih yang baru mulai berkembang!.
Kedua srikandi memandang tajam sorot mata lawan!
Segenap yang hadir lebih tegang, bernafaspun terasa sulit!.
Wasit memberi binaan, agar kedua pesilat segera bertarung lagi, Ratna menyerang dengan tendangan C, Elin menjatuhkan diri dan menyapu kaki lawan, Ratna jatuh kesamping, berguling lalu bangkit pasang, wasit memeriksa apakah ada cidera, Ratna member hormat dengan membungkuk dan kedua tangan menyembah memberi kode bahwa ia baik-baik saja dan siap melanjutkan pertarungan!.
De javu, Elin merasa surprise, tahun lalu ia kalah dari lawan yang sepupu kandungnya sendiri, saat masuk Pscp ia hanya ikut gerombolan mainnya saja, Ratna pun masuk Psht ikut juga genk gaulnya di sekolah, jadi ketika di turnamen mereka berhadapan, agak segan juga melawan saudara sepupu kandung, namun karena ingin menang, keduanya malah mati-matian adu teknik terbaiknya untuk menang, menjadi yang terbaik di kelasnya!.
Saat kalah tahun kemarin, Elin sangat mudah terpancing emosinya, sehingga banyak mendapat serangan telak yang membuatnya tertinggal angka, pulang dari turnamen, ketika bertemu Ratna, sepupunya itu hanya senyum saja, bukan senyuman mengejek, namun telah menjadi kebiasaanya jika mereka bertemu selalu senyum, walau usia mereka terbilang sama, namun sejak kecil kurang akrab karena memiliki hoby yang berbeda, ketika ikut silatpun, beda perguruan, jadi ya memang sudah jauh sejak dulu.
Dan kawan-kawannya yang membuat bĂȘte tingkat kabupaten, menyindir kekalahannya dari Ratna karena sepupuan, seganlah, sungkanlah, ndak enak hatilah dan lain sebagainya, malah ia dikira ngalah, padahal ia berjuang sudah mati-matian, sangat ngoyo dan ngotot malahan, sampai memar lebam biru anggota badannya terkena hajar sepupunya ituhh…, jiaaaaaaaaaaaah!.
Hanya Dewi, sahabatnya yang memiliki hoby yang sama, yang mendukung dan membesarkan hatinya mensuportnya agar selalu tekun latihan agar bisa menang di lain waktu:
“ pertarungan ini bukan ahkir dari semuanya Lin, namun hanya awal untuk kita belajar lebih untuk menggali kemampuan yang ada pada diri kita”
 Dan kata itu yang sering dikatakan Dewi sehingga ia termotivasi lagi untuk bangkit!.
Dewi dan Elin, lama akrab sejak SD, sampai SMK pun sebangku malahan, kini setelah berada di arena di atas matras, mereka berdua mengahadapi lawan yang berat, setahun persiapan dirasa masih kurang untuk memenangkan kompetisi ini, walau ahkirnya bisa menyapu semua kategori dan memboyong piala bergilir dan tetap dari bapak Bupati karena perguruan lain juga menempa para atletnya untuk ajang yang bergengsi ini.
 Karena semua energi dan harapan tertumpah di arena Bupati Cup yang telah beberapa kali melahirkan atlit Pencak Silat yang akan di kirim mewakili daerah, baik kabupaten Kutai Barat maupun Propinsi Kalimantan Timur, hasil pertarungan antar Ratna Vs Elin dinyatakan seri, Ratna dan Elin pun jadi juara bersama, menjadikannya juara bersama nampaknya hal yang menggelikan karena mendapat protes keras dari para ofisial team masing-masing dengan alasan teknik Ratna unggul dan lebih banyak memasukkan pukulan yang menghasilkan poin.
 Elin dan ofisialnya pun membela diri bahwa merekalah yang lebih banyak meraih poin karena beberapa kali menjatuhkan Ratna, di babak ahkir Elin mengejar ketertinggalan angkanya dari Pesilat Psht itu dengan sangat hati-hati dan mengandalkan ketenangan serta kemampuan tekniknya membaca serangan lawan, beberapa kali ia berhasil menangkap tendangan dan pukulan Ratna, sehingga sang lawan hilang kontrol dan emosi sehingga menyerang dengan membabi buta, satu dua pukulan Elin mampu mencuri poin yang ahkirnya menjadikannya seri, Psht dan Pscp juara bersama di Kelas C kategori Puteri.
Namun banyak pihak yang masih ngotot, karena diatur di dalam aturan, harus ada juara 1,2, dan 3, maka secara aturan di lihat hasil perhitungan, hasil nilai, jumlah pelanggaran dan berbagai aspek teknis pertandingan, maka terpaksa di undi, Srikandi Pscp menang undian, semua lega, tidak ada yang ngotot lagi!.
Sang Srikandi Pscp menempati posisi pertama, dan Sang Srikandi Psht di tempat kedua!
Namun semua menerima hasil itu dan merasa puas atas hasil yang telah dicapai!.
Saat penyerahan medali, Elin berbisik di telinga Ratna
“kak, tahun depan medalinya buat aku lagi ya”
Ratna hanya tersenyum kecil dan menjawab pendek
 “boleh, kalahkan aku dulu Lin”
“ya, aku akan kalahkan kamu kak”
Elin yang kini ganti tersenyum simpul geli, Ratna yang lembut keibuan itu sangat susah di jatuhkan, ia yang tomboy pun seperti bertarung di depan cermin, sulit sekali menyarangkan pukulan dan tendangan di bagian nilai di tubuh sepupunya itu, Ratna pun diam-diam mengakui peningkatan yang didapatkan Elin, beberapa kali ia kecurian poin, bahkan sempat roboh kena sapuan bawah yang sempurna membuatnya terjungkal walau tidak membuatnya cidera!.
Seminggu sesudah kompetisi, para atlet peraih medali emas dikumpulkan oleh KONI, menjalani pemusatan latihan guna menghadapi Pekan Olahraga Propinsi di Balikpapan, Ratna dan Elin pun ikut serta.
 Dewi terpaksa tidak bisa hadir karena ia pulang ke Jawa, ada keperluan keluarga, sehingga Elin kehilangan sahabat seperjuangan sependeritaan susah senang telah mereka alami bersama sejak SD, kini Dewi pulang ke Magetan, tanah kelahiran Pscp yang ia perjuangkan senantiasa sejak beberapa tahun belakangan ini mengisi masa remaja mereka dengan menjadi Pesilat, Dewi pulang ke Magetan  karena ada hajatan pernikahan kakaknya yang sejak lahir ikut neneknya di jawa!.
Kini para pesilat dari berbagai perguruan telah meninggalkan panji perguruan asal mereka yang ada adalah panji daerah, sehingga Ketua KONI dan juga Ketua IPSI dapat dengan mudah membentuk mereka untuk menjadi atlit yang berdedikasi tinggi untuk menjunjung nama daerahnya di luar sana, sehingga walau hanya kabupaten pemekaran diharapkan tidak akan kalah dengan Kutai Kartanegara induknya, samarinda, Bontang, Balikpapan dan daerah serta kota lain di Kalimantan bahkan Indonesia, dan tingkat dunia sekalipun!!.

Salam Wiro Yudho Wicaksono!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Trisula Kembar

Sepasang Trisula Kembar, senjata yang menjadi lambangIkatan Pencak Silat Indonesia