Berlaganya Dua Srikandi
Jajaran tanaman kelapa subur, pohon
yang melambangnkan bentang alam nusantara itu menjulang dengan lambaian dahan
dan daunnya yang elok gemulai, angin senja di bumi pedalaman Kalimantan sunguh
nyaman dan asri, jalanan lengang hanya dihiasi satu dua pengendara motor yang
baru pulang dari kebun dan ladangnya.
Di sebuah Lamin adat Dayak:
Setelah jam 7 malam lewat, Dewi
bergegas pamit pada mamaknya yang sedang sibuk menidurkan adik semata Wayangnya
yang rewel sejak sore minta jalan melihat pasar malam di Ulu Mahakam yang
beberapa hari ini telah berkegiatan sepanjang sore sampai lewat tengah malam,
menawarkan berbagai macam kebutuhan barang rumah tangga, mulai dari bumbu dapur
sampai pakaian anak sekolah.
MamaKnya memberi ijin Dewi, anak
sulungnya yang perempuan namun cekatan dan tegas, seperti ayahandanya yang
berwatak tak jauh dari sang puteri, buah tak akan jatuh jauh dari pohonnya
orang bilang, sang ayah yang seorang prajurit TNI di perbatasan, putera jawa
yang menikahi puteri kepala suku Dayak 20 tahun silam.
Ada SMSmasuk
“wi, ayo jalan, kita jadi nonton pasar malam
kan, thx, linda”
Ia balas cepat, merekapun berbalas
SMS:
“ sory ya, ada latihan malam ini”
“kamu ini tiap malam minggu latihan
silat melulu mau jadi atlitkah Wi?”
“ya, bulan depan tanggal 21 ada ajang
turnamen Buati Cup di taman Budaya Lin!”
“emangnya kamu ikut lomba silat
jugakah?”
“iya dunk, kalau aku menang, dapat
trophy, medali juga piagam plus uang pembinaan”
“wah, mau dunk ikut silat, biar dapat
hadiah juga, berat ya kata teman latihan silat”
“berat Lin, jangan kut deh, kamu nanti
nangis lho”
“kenapa nangis”
“ya memang berat, kalau ndak kuat akan
nangis karena capek”
“emang silatmu apa kok segitunya”
“Cempaka Putih dari Jawa lin!”
“ooo..pencak silat cempaka putih yang
logo perguruanya bundar itu ya”
“iya Lin, bukan yang kotak, yang kotak
itu Psht, dari jawa juga”
“ya udah aku nanti mampir di tempatmu
latihan boleh ndak Wi”
“ya, mampir saja sama Didik, kalian
kan pasangan sejati toh hehehehe!”
Lalu ia memasukkan hapenya ke dalam
tas kecil, si Dewi bergegas mensetarter motor matiknya, setelah membawa segala
perlengkapan yang diperlukan selama latihan, air minum yang tertinggal di atas
meja dapur telah dimasukkan kembali ke dalam tasnya, itupun ia ingat baru saja
akan keluar pagar rumah panggungnya, udara malam minggu sangat cerah, bulan
separuh bertengger di angkasa malam, jutaan bintang berkerlip mengisi suasana
malamnya para muda-mudi di sebuah kota pemekaran dari kabupaten Kutai Kartanegara,
Kalimantan Timur, Kutai Barat bersolek menata diri menyambut masa depan
gemilang.
Sampai di tempat latihan hanya ada
Sinta, Yuni juga Elin, kawan-kawannya yang lain belum muncul, masih jam
setengah delapan, beberapa siswa telah mulai pemanasan dengan berlari
berkeliling lapangan, lampu dari jalanan menerangi tanah hamparan tanah lapang
yang luas membentang, udara malam cerah, secerah siswa-siswi pencak silat yang
giat dan tekun berlatih menghadapi kejuaraan dalam rangka HUT kabupaten Kutai
Barat yang ke 14 tahunnya.
“ayo Wi latihan Tenaga Dalam saja,
biar badanku enteng ndak ngantuk lagi, tadi aku kebanyakan makan, jadi sekarang
ngantuk diriku ini”
Elin, gadis semampai itu menepuk bahu
Dewi, sahabatnya yang sibuk membenahi sabuk Pencak Silat warna Biru yang
menjuntai ke rumput.
“dasar kamu Lin, perut Indonesia,
sedikit makan langsung ngantuk, ingat tuh lawanmu nanti, kalau ketemu Ratna di
kelas C bisa babak belur kamu dibanting kalau kamu ngantukan gitu”
“mana bisa Kak Ratna membantaiku
seperti tahun lalu, aku kan sudah setahun mempelajari teknik tangkapan, kalau
ia memukul pastilah bisa aku selesaikan dengan mudah heheheheh!”.
“jangan meremehkan lawan coy, lawanmu
juga tentu berlatih keras mempertahankan kemenangannya lagi, maka itu kita
harus menambah porsi latihan, urusan pribadi di malam minggu pun kita
korbankanlah demi perjuangan ini”
Dan tiba-tiba si Sinta nyeletuk sambil
mengencangkan sabuknya.
“aku sih siap saja, juga tidak
meremehkan lawan kok!” cuek Elin membalas sambil memonyongkan mulutnya kea rah
Sinta.
1 Bulan Kemudian
Ajang Bupati Cup sudah dimulai, Dewi
dan kawan-kawan sukses menyapu bersih semua Kelas, Elin menjadi gong penutup,
menghadapi sepupunya sendiri dari perguruan Psht!.
Ya, perjalanan kehidupan berulang
kembali, seperti tahun sebelumnya, si Elin, sang Srikandi Pscp, Pesilat cempak
Putih berhadapan dengan Ratna, Srikandi Psht, kakak sepupunya sendiri yang
seusia namun karena ia anak pakdenya, ia memanggil kakak.
Dan kedua pesilat telah berhadapan di
atas matras, Ratna yang kalem, lembut keibuan itu memakai kerudung, selalu
memancingnya dengan tendangan A sendal pancing, tipuan pukulan sendal pancing,
Elin maju selangkah kecil, ia tahu teknik sang sepupu!.
Ia menangkapnya, gagal, ada jeda
kosong sangat sempit, ia memukul dada Elin,
“buk”
masuk, satu poin untuk Pesilat Psht kategori
kelas C, membahana pendukung Ratna bersorak sorai bagai gelegar halilintar
merobohkan taman Adat Budaya Sendawar!.
Setelah babak ke dua Elin berusaha
tampil lebih tenang, dia tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama dengan
pertarungannya tahun lalu di ajang yang sama, kalah angka dengan sepupunya
sendiri, sekilas ia lihat kawannya memberi acungan jempol aplous untuk
mensuportnya, ia ambil nafas lalu pasang ringan, Ratna memancingya dengah
pukulan dan tendangan sandal pancing untuk membuka pertahanannya, Elin tetap
tenang, berusaha mencuri poin dari sang sepupu tuanya!.
Tegang suasana manakala Srikandi dari
Perguruan legendaris Psht berhadapan secara langsung dengan Srikandi Perguruan
pencak Silat Cempaka Putih yang baru mulai berkembang!.
Kedua srikandi memandang tajam sorot
mata lawan!
Segenap yang hadir lebih tegang,
bernafaspun terasa sulit!.
Wasit memberi binaan, agar kedua
pesilat segera bertarung lagi, Ratna menyerang dengan tendangan C, Elin
menjatuhkan diri dan menyapu kaki lawan, Ratna jatuh kesamping, berguling lalu
bangkit pasang, wasit memeriksa apakah ada cidera, Ratna member hormat dengan
membungkuk dan kedua tangan menyembah memberi kode bahwa ia baik-baik saja dan
siap melanjutkan pertarungan!.
De javu, Elin merasa surprise, tahun
lalu ia kalah dari lawan yang sepupu kandungnya sendiri, saat masuk Pscp ia
hanya ikut gerombolan mainnya saja, Ratna pun masuk Psht ikut juga genk gaulnya
di sekolah, jadi ketika di turnamen mereka berhadapan, agak segan juga melawan
saudara sepupu kandung, namun karena ingin menang, keduanya malah mati-matian
adu teknik terbaiknya untuk menang, menjadi yang terbaik di kelasnya!.
Saat kalah tahun kemarin, Elin sangat
mudah terpancing emosinya, sehingga banyak mendapat serangan telak yang
membuatnya tertinggal angka, pulang dari turnamen, ketika bertemu Ratna,
sepupunya itu hanya senyum saja, bukan senyuman mengejek, namun telah menjadi
kebiasaanya jika mereka bertemu selalu senyum, walau usia mereka terbilang
sama, namun sejak kecil kurang akrab karena memiliki hoby yang berbeda, ketika
ikut silatpun, beda perguruan, jadi ya memang sudah jauh sejak dulu.
Dan kawan-kawannya yang membuat bĂȘte
tingkat kabupaten, menyindir kekalahannya dari Ratna karena sepupuan, seganlah,
sungkanlah, ndak enak hatilah dan lain sebagainya, malah ia dikira ngalah,
padahal ia berjuang sudah mati-matian, sangat ngoyo dan ngotot malahan, sampai
memar lebam biru anggota badannya terkena hajar sepupunya ituhh…,
jiaaaaaaaaaaaah!.
Hanya Dewi, sahabatnya yang memiliki
hoby yang sama, yang mendukung dan membesarkan hatinya mensuportnya agar selalu
tekun latihan agar bisa menang di lain waktu:
“ pertarungan ini bukan ahkir dari
semuanya Lin, namun hanya awal untuk kita belajar lebih untuk menggali kemampuan
yang ada pada diri kita”
Dan kata itu yang sering dikatakan Dewi
sehingga ia termotivasi lagi untuk bangkit!.
Dewi dan Elin, lama akrab sejak SD,
sampai SMK pun sebangku malahan, kini setelah berada di arena di atas matras,
mereka berdua mengahadapi lawan yang berat, setahun persiapan dirasa masih
kurang untuk memenangkan kompetisi ini, walau ahkirnya bisa menyapu semua
kategori dan memboyong piala bergilir dan tetap dari bapak Bupati karena
perguruan lain juga menempa para atletnya untuk ajang yang bergengsi ini.
Karena semua energi dan harapan tertumpah di
arena Bupati Cup yang telah beberapa kali melahirkan atlit Pencak Silat yang
akan di kirim mewakili daerah, baik kabupaten Kutai Barat maupun Propinsi
Kalimantan Timur, hasil pertarungan antar Ratna Vs Elin dinyatakan seri, Ratna
dan Elin pun jadi juara bersama, menjadikannya juara bersama nampaknya hal yang
menggelikan karena mendapat protes keras dari para ofisial team masing-masing
dengan alasan teknik Ratna unggul dan lebih banyak memasukkan pukulan yang
menghasilkan poin.
Elin dan ofisialnya pun membela diri bahwa
merekalah yang lebih banyak meraih poin karena beberapa kali menjatuhkan Ratna,
di babak ahkir Elin mengejar ketertinggalan angkanya dari Pesilat Psht itu
dengan sangat hati-hati dan mengandalkan ketenangan serta kemampuan tekniknya
membaca serangan lawan, beberapa kali ia berhasil menangkap tendangan dan
pukulan Ratna, sehingga sang lawan hilang kontrol dan emosi sehingga menyerang
dengan membabi buta, satu dua pukulan Elin mampu mencuri poin yang ahkirnya
menjadikannya seri, Psht dan Pscp juara bersama di Kelas C kategori Puteri.
Namun banyak pihak yang masih ngotot,
karena diatur di dalam aturan, harus ada juara 1,2, dan 3, maka secara aturan
di lihat hasil perhitungan, hasil nilai, jumlah pelanggaran dan berbagai aspek
teknis pertandingan, maka terpaksa di undi, Srikandi Pscp menang undian, semua
lega, tidak ada yang ngotot lagi!.
Sang Srikandi Pscp menempati posisi
pertama, dan Sang Srikandi Psht di tempat kedua!
Namun semua menerima hasil itu dan
merasa puas atas hasil yang telah dicapai!.
Saat penyerahan medali, Elin berbisik
di telinga Ratna
“kak, tahun depan medalinya buat aku
lagi ya”
Ratna hanya tersenyum kecil dan
menjawab pendek
“boleh, kalahkan aku dulu Lin”
“ya, aku akan kalahkan kamu kak”
Elin yang kini ganti tersenyum simpul
geli, Ratna yang lembut keibuan itu sangat susah di jatuhkan, ia yang tomboy
pun seperti bertarung di depan cermin, sulit sekali menyarangkan pukulan dan
tendangan di bagian nilai di tubuh sepupunya itu, Ratna pun diam-diam mengakui
peningkatan yang didapatkan Elin, beberapa kali ia kecurian poin, bahkan sempat
roboh kena sapuan bawah yang sempurna membuatnya terjungkal walau tidak
membuatnya cidera!.
Seminggu sesudah kompetisi, para atlet
peraih medali emas dikumpulkan oleh KONI, menjalani pemusatan latihan guna
menghadapi Pekan Olahraga Propinsi di Balikpapan, Ratna dan Elin pun ikut
serta.
Dewi terpaksa tidak bisa hadir karena ia
pulang ke Jawa, ada keperluan keluarga, sehingga Elin kehilangan sahabat
seperjuangan sependeritaan susah senang telah mereka alami bersama sejak SD,
kini Dewi pulang ke Magetan, tanah kelahiran Pscp yang ia perjuangkan
senantiasa sejak beberapa tahun belakangan ini mengisi masa remaja mereka
dengan menjadi Pesilat, Dewi pulang ke Magetan
karena ada hajatan pernikahan kakaknya yang sejak lahir ikut neneknya di
jawa!.
Kini para pesilat dari berbagai
perguruan telah meninggalkan panji perguruan asal mereka yang ada adalah panji
daerah, sehingga Ketua KONI dan juga Ketua IPSI dapat dengan mudah membentuk
mereka untuk menjadi atlit yang berdedikasi tinggi untuk menjunjung nama
daerahnya di luar sana, sehingga walau hanya kabupaten pemekaran diharapkan
tidak akan kalah dengan Kutai Kartanegara induknya, samarinda, Bontang,
Balikpapan dan daerah serta kota lain di Kalimantan bahkan Indonesia, dan
tingkat dunia sekalipun!!.
Salam Wiro Yudho Wicaksono!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar