Selasa, 12 September 2017

BERAS SANG PENDEKAR MUDA

CERITA PENCAK SILAT KEKINIAN




Suara gegap gempita menggemuruh membahana mengoyak angkasa Kubar yang disaput awan, sisa gerimis masih merintik, satu dua burung Layang dan Walet terbang cepat berkesiung mencari serangga di atas bangunan rumah adat yang berjajar memanjang, langit lalu perlahan bersih manakala angin utara berhembus sejuk, awan terkuak, lalu membiru angkasa raya, mari kita tengok ke sebuah arena pertandingan Pencak silat:

Seorang bocah lelaki remaja mati-matian bertarung dengan lawan yang lebih besar:
….
Seragam silatnya basah sudah, beberapa serangan lawan berhasil ia elakkan, kejuaraan Bupati Cup tahun ini menjadi  ajang pertamanya, ia konsentrasi penuh pada body protector lawan, rapat benar pasangan pertahanan melindungi area nilai, gumamnya dalam hati,
 “aku harus fokus kini, apa yang diajarkan kakak pelatih kemarin harus aku gunakan sebaik-baiknya”!. Ia bergumam dalam hati.

Ia memulai serangan tipuan, kini lawan membuka pasangan rapatnya, mengira ada serangan sepersekian detik ia membuka pertahanan, Jabbb…sebuah tendangan A masuk, walau ringan namun sudah mendapat  1 nilai!.

Babak kedua kedua pesilat bermain terbuka, saing jual beli tendangan, tidak ada teknik tangkapan ataupun sapuan, semua murni speed, kecepatan tendangan dan pukulan jual beli silih berganti, laga yang seru, supporter dari kedua belah pihak menggemuruh mengguncang lamin Tunjung Kutai Barat yang siang itu disiram gerimis merintik, sejuk pelahan merasuk di segenap yanghadir, namun tidak demikian dengan kedua pesilat!.
“…..pencak silat…..YEESS..YESS..YESS…PSCP JAYAAAA…” SUARA TERIAKAN suporter DAN TEPUKAN MEMBAKAR DADA SANG PETARUNG MUDA!

Di babak ketiga, seluruh energi mereka kuras habis, setelah keputusan wasit juri selesai dibacakan ia tersentak manakala dinyatakan sebagai pemenang, berarti juara satu ia raih, emas, ya medali emas di usia belianya yang baru 14 tahun!.
Ia rubuh, bersujud syukur, ada setetes air mata di sudut matanya, ia trenyuh, ia ingat saat tadi pagi, yaa, iaingat betul saat mencium tangan simboknya yang renta sebelum berangkat bertanding!
“ya le..simbok doakan kamu menang yo le”
Ia menangis saat menyalami segenap jajaran dewan juri, ofisial dan pelatih…ia luruh………sorak sorai kawan dan pendukungnya samar saja masuk indera pendengarannya….

……………………..

Anak itu berlari kecil menuju rumahnya yang sederhana, rumah beratap seng, dengan hamparan kebun sayuran dan pisang yang sedang tumbuh, musim penghujan membuat rimbun daunnya…………medali emas yang ia simpan di tas lusuhnya ia keluarkan, gemetar tangannya mengusap permukaan medali yang berkilau indah, juga sebuah amplop putih berisi uang tunai ia pegang erat, gemetar dan ada rasa panas di sudut matanya, ia terharu!
Ia simpan kembali medali dan uang hasil jerih payahnya, ia lapar, menuju dapur hanya ada sepiring nasi keras yang dingin, lauknya tempe sebiji, mamaknya belum pulang dari kebun, ia makan cepat, minum beberapa teguk air matang, entah berapa lama ia tidak lagi merasakan sedapnya teh manis, hari-hari makan dan minum sederhana, hanya untuk hidup saja, makanan enak hanya ada dalam angan belaka!.

Siang meredup, bumi kembali muram oleh mendung, sebentar lagi hujan tiba, mamaknya belum pulang juga, ia keluar, mengambil jemuran pakaian dan sisa nasi kerak, yang dimasak mamaknya manakala paceklik datang,  dari jauh ia lihat mamaknya pulang terhuyung, membawa sayuran yang sangat sarat, ia masuk rumah dengan mengiba, nafas tuanya terengah satu satu, Ahmad tak sabar, berlari ia menjumpai simboknya yang terkasih:

“mbok aku dapat uang mbok”
“uang dari mana tho le, kamu menang yo”
“ yo mbok….aku tadi ke taman adat ikut kompetisi silat mak, doa simbok saya menang mbok”
“ooo…jadi juga kau bertanding, menang ya le kamu”
“ia mbok, ada duit dan medali mbok”
Sang anak tergesa menunjukkan medali emasnya, tertulis Bupati cup II, juga uang sebesar 600 ribu ia tunjukkan pada simboknya, gemetar si ibu menerima uang sedemikian banyak dari anak semata wayangnya!
“ini mbok buat beli beras dan lauk besok, tentu senang mbok aku makan tongkol dan daging, sekali kali makan enak mbok biar panjang umurmu kelak, aku masih kecil mbok, belum bisa kerja cari duit buat simbok!”
Bukan tertawa riang atau senang, si ibu hanya bisa meneteskan air mata, teringat suaminya yang berpulang karena sakit, kini seorang diri ia besarkan sang buah hati, si Ahmad menjadi yatim sejak bayi kecil, kini si anak yang ia kasihi memberinaya sebuah medali dan uang hasil pertarungannya di kompetisi Pencak silat.

“ndak usah le, tabung saja buat beli buku dan seragammu “
“ndak ah mbok, aku masih ada buku, sepatu juga belum rusak mbok, masih bertahan sebulan dua bulan lagi kok  mbok”
“ya buat nanti kalau kau naik kelas kan beli seragam baru tho le”:
“ah ndak ah mak, buat mamak aja semua, aku pengen makan enak mak, sekali kali makan yang enak kayak teman temanku lho mak, masak hari hari makan nasi keras lauk tempe dong mak”
……………………………………………..
Malam tiba…..lauk si anak buat makan sudah beda….ada krupuk,,,tempe…plus sepotong ikan tongkol di goreng, nikmat betul ia makan……….. simboknya sampai geleng-geleng kepala melihat mulut si buah hatinya monyong-monyong kepedesan…..
Paginya…..saat upacara bendera, si bocah di hadapan seluruh peserta upacara di panggil Pembina sekolah maju ke podium, karena pihak Madrasah telah mendengar anak didiknya mengukir prestasi gemilang di ajang Bupati Cup kutai Barat 2013:

Saat disuruh memberi pidato singkat, Ahmad hanya berucap singkat:

“Terimakasih kepada teman-teman dan pak guru serta bu guru yang ikut mendoakan kami sehingga menang, juga terima kasih kepada simbok, medali emas saya serahkan kepada sekolah biar menjadi motivasi kawan-kawan berprestasi lebih baik lagi di masa yang akan datang, uang hadiah 600 ribu saya berikan kepada simbok di rumah buat beli beras!”
….segenap yang hadir tertawa riuh……..


……………………….


Demikianlah wahai para pembaca yang budiman, si Anak, remaja pelajar sebuah Madrasah di nun jauh pedalaman Kalimantan itu telah membuktikan kepada dunia tentang kebesaran jiwanya dalam memayu hayuning jagad, uang hadiah ia beri kepada ibunya, medali ia serahkan sekolahnya,  tiada ia lena walau kemenangan ada di tangan, rendah hatinya, ingat selalu simboknya, ingat selalu ajaran senior, guru dan pelatihnya, remaja yang pandai bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Welas Asih, remaja NKRI yang santun bersahaja, remaja NKRI yang berjuang demi sebuah asa, ditangan sosok Ahmad-Ahmad inilah kelak di kemudian hari Nuswantara meraih kembali masa masa emasnya!, di tangan Kesatria Pendekar sejati
……………….
Satu jiwa
Wiro Yudho Wicaksono!.




“Cerpen ini terinspirasi oleh sepak terjang kesatria dan pendekar-pendekar Pscp saat berjuang menghadapi kejuaraan Bupati Cup II 2013 kemarin di taman adat budaya Barong Tongkok sendawar Kutai Barat, kaltim dari tanggal 29 Nopember 2013 sampai 1 Desember 2013!”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Trisula Kembar

Sepasang Trisula Kembar, senjata yang menjadi lambangIkatan Pencak Silat Indonesia