CERITA PENCAK SILAT KEKINIAN
Suara
gegap gempita menggemuruh membahana mengoyak angkasa Kubar yang disaput awan,
sisa gerimis masih merintik, satu dua burung Layang dan Walet terbang cepat berkesiung
mencari serangga di atas bangunan rumah adat yang berjajar memanjang, langit
lalu perlahan bersih manakala angin utara berhembus sejuk, awan terkuak, lalu
membiru angkasa raya, mari kita tengok ke sebuah arena pertandingan Pencak
silat:
Seorang
bocah lelaki remaja mati-matian bertarung dengan lawan yang lebih besar:
….
Seragam
silatnya basah sudah, beberapa serangan lawan berhasil ia elakkan, kejuaraan
Bupati Cup tahun ini menjadi ajang
pertamanya, ia konsentrasi penuh pada body protector lawan, rapat benar
pasangan pertahanan melindungi area nilai, gumamnya dalam hati,
“aku harus fokus kini, apa yang diajarkan
kakak pelatih kemarin harus aku gunakan sebaik-baiknya”!. Ia bergumam dalam
hati.
Ia
memulai serangan tipuan, kini lawan membuka pasangan rapatnya, mengira ada
serangan sepersekian detik ia membuka pertahanan, Jabbb…sebuah tendangan A
masuk, walau ringan namun sudah mendapat
1 nilai!.
Babak
kedua kedua pesilat bermain terbuka, saing jual beli tendangan, tidak ada
teknik tangkapan ataupun sapuan, semua murni speed, kecepatan tendangan dan
pukulan jual beli silih berganti, laga yang seru, supporter dari kedua belah
pihak menggemuruh mengguncang lamin Tunjung Kutai Barat yang siang itu disiram
gerimis merintik, sejuk pelahan merasuk di segenap yanghadir, namun tidak
demikian dengan kedua pesilat!.
“…..pencak
silat…..YEESS..YESS..YESS…PSCP JAYAAAA…” SUARA TERIAKAN suporter DAN TEPUKAN
MEMBAKAR DADA SANG PETARUNG MUDA!
Di
babak ketiga, seluruh energi mereka kuras habis, setelah keputusan wasit juri
selesai dibacakan ia tersentak manakala dinyatakan sebagai pemenang, berarti
juara satu ia raih, emas, ya medali emas di usia belianya yang baru 14 tahun!.
Ia
rubuh, bersujud syukur, ada setetes air mata di sudut matanya, ia trenyuh, ia
ingat saat tadi pagi, yaa, iaingat betul saat mencium tangan simboknya yang
renta sebelum berangkat bertanding!
“ya
le..simbok doakan kamu menang yo le”
Ia
menangis saat menyalami segenap jajaran dewan juri, ofisial dan pelatih…ia
luruh………sorak sorai kawan dan pendukungnya samar saja masuk indera
pendengarannya….
……………………..
Anak
itu berlari kecil menuju rumahnya yang sederhana, rumah beratap seng, dengan
hamparan kebun sayuran dan pisang yang sedang tumbuh, musim penghujan membuat
rimbun daunnya…………medali emas yang ia simpan di tas lusuhnya ia keluarkan,
gemetar tangannya mengusap permukaan medali yang berkilau indah, juga sebuah
amplop putih berisi uang tunai ia pegang erat, gemetar dan ada rasa panas di
sudut matanya, ia terharu!
Ia
simpan kembali medali dan uang hasil jerih payahnya, ia lapar, menuju dapur
hanya ada sepiring nasi keras yang dingin, lauknya tempe sebiji, mamaknya belum
pulang dari kebun, ia makan cepat, minum beberapa teguk air matang, entah
berapa lama ia tidak lagi merasakan sedapnya teh manis, hari-hari makan dan
minum sederhana, hanya untuk hidup saja, makanan enak hanya ada dalam angan
belaka!.
Siang
meredup, bumi kembali muram oleh mendung, sebentar lagi hujan tiba, mamaknya
belum pulang juga, ia keluar, mengambil jemuran pakaian dan sisa nasi kerak,
yang dimasak mamaknya manakala paceklik datang,
dari jauh ia lihat mamaknya pulang terhuyung, membawa sayuran yang
sangat sarat, ia masuk rumah dengan mengiba, nafas tuanya terengah satu satu,
Ahmad tak sabar, berlari ia menjumpai simboknya yang terkasih:
“mbok
aku dapat uang mbok”
“uang
dari mana tho le, kamu menang yo”
“
yo mbok….aku tadi ke taman adat ikut kompetisi silat mak, doa simbok saya
menang mbok”
“ooo…jadi
juga kau bertanding, menang ya le kamu”
“ia
mbok, ada duit dan medali mbok”
Sang
anak tergesa menunjukkan medali emasnya, tertulis Bupati cup II, juga uang
sebesar 600 ribu ia tunjukkan pada simboknya, gemetar si ibu menerima uang
sedemikian banyak dari anak semata wayangnya!
“ini
mbok buat beli beras dan lauk besok, tentu senang mbok aku makan tongkol dan daging,
sekali kali makan enak mbok biar panjang umurmu kelak, aku masih kecil mbok,
belum bisa kerja cari duit buat simbok!”
Bukan
tertawa riang atau senang, si ibu hanya bisa meneteskan air mata, teringat
suaminya yang berpulang karena sakit, kini seorang diri ia besarkan sang buah
hati, si Ahmad menjadi yatim sejak bayi kecil, kini si anak yang ia kasihi
memberinaya sebuah medali dan uang hasil pertarungannya di kompetisi Pencak
silat.
“ndak
usah le, tabung saja buat beli buku dan seragammu “
“ndak
ah mbok, aku masih ada buku, sepatu juga belum rusak mbok, masih bertahan
sebulan dua bulan lagi kok mbok”
“ya
buat nanti kalau kau naik kelas kan beli seragam baru tho le”:
“ah
ndak ah mak, buat mamak aja semua, aku pengen makan enak mak, sekali kali makan
yang enak kayak teman temanku lho mak, masak hari hari makan nasi keras lauk
tempe dong mak”
……………………………………………..
Malam
tiba…..lauk si anak buat makan sudah beda….ada krupuk,,,tempe…plus sepotong
ikan tongkol di goreng, nikmat betul ia makan……….. simboknya sampai
geleng-geleng kepala melihat mulut si buah hatinya monyong-monyong kepedesan…..
Paginya…..saat
upacara bendera, si bocah di hadapan seluruh peserta upacara di panggil Pembina
sekolah maju ke podium, karena pihak Madrasah telah mendengar anak didiknya
mengukir prestasi gemilang di ajang Bupati Cup kutai Barat 2013:
Saat
disuruh memberi pidato singkat, Ahmad hanya berucap singkat:
“Terimakasih
kepada teman-teman dan pak guru serta bu guru yang ikut mendoakan kami sehingga
menang, juga terima kasih kepada simbok, medali emas saya serahkan kepada sekolah
biar menjadi motivasi kawan-kawan berprestasi lebih baik lagi di masa yang akan
datang, uang hadiah 600 ribu saya berikan kepada simbok di rumah buat beli
beras!”
….segenap
yang hadir tertawa riuh……..
……………………….
Demikianlah
wahai para pembaca yang budiman, si Anak, remaja pelajar sebuah Madrasah di nun
jauh pedalaman Kalimantan itu telah membuktikan kepada dunia tentang kebesaran
jiwanya dalam memayu hayuning jagad, uang hadiah ia beri kepada ibunya, medali
ia serahkan sekolahnya, tiada ia lena
walau kemenangan ada di tangan, rendah hatinya, ingat selalu simboknya, ingat
selalu ajaran senior, guru dan pelatihnya, remaja yang pandai bersyukur kepada
Tuhan Yang Maha Welas Asih, remaja NKRI yang santun bersahaja, remaja NKRI yang
berjuang demi sebuah asa, ditangan sosok Ahmad-Ahmad inilah kelak di kemudian
hari Nuswantara meraih kembali masa masa emasnya!, di tangan Kesatria Pendekar
sejati
……………….
Satu
jiwa
“Cerpen
ini terinspirasi oleh sepak terjang kesatria dan pendekar-pendekar Pscp saat
berjuang menghadapi kejuaraan Bupati Cup II 2013 kemarin di taman adat budaya
Barong Tongkok sendawar Kutai Barat, kaltim dari tanggal 29 Nopember 2013
sampai 1 Desember 2013!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar