Foto pembekalan calon warga purwa PSCP Kubar angkatan tahun 2017
Rekonsiliasi Pendekar Pencak Silat
Awan masih bergantung manja di ujung barat langit, senja mampir dengan tak kalah malas, nampak Puncak Wilis dan Lawu tersiram cahaya keemasan, pelahan namun pasti lembah di antara kedua gunung suci di Jawa Timur itu terbenam dalam temaram, satu demi satu berseling rombongan pipit melintasi angkasa muram, tergesa di antara temaram yang merangkak kian dalam , seakan takut lambat pulang ke sarang, menemui anak-anak yang tentu sudah lapar di tinggal sang induk berburu padi sawah seharian demi kehidupan penerusnya, si anak menciap lapar, sang induk secepat kilat tergesa pulang ke sarang!.
Gadis manis itu menoleh, kawannya masih berusaha menyembunyikan rasa beku, merapatkan jaket berkerudung warna merah, namun udara dingin Kare serasa menusuk tulang, sang jaket gagal menunaikan tugasnya memberi kehangatan pada sang pemilik, ia tersenyum kecil, lalu:
“sini Ndah, tak kasih anget-anget”
Yang dipanggil mendekat, enggan serasa, di teras rumah kampung di Lereng gunung penuh misteri ini ia tak tahan akan senyapnya, senyap tanpa signal hape!.
“awas kalau kau bercanda Wie”
Yang menawarkan pertolongan hanya mesem sejenak, senyum kembang tak jadi mekar, segurat lesung pipi menambah elok paras manis sang dara!.
Lalu dengan trampil ia meraih pundak sahabatnya sejak semester satu itu, diurut dan diusapnya tengkuk sang gadis dengan pelan, lalu ia lepas, tapak tangan ia usap cepat namun lembut, panas karena gesekan merambat turun ke dada, ajaib, si korban udara dingin Lereng Wilis perlahan merasa nyaman, hangat!.
“tadi kamu bisa buka efbi kan?”
Yang ditanya masih fokus pada gerakan tangannya memberi saluran udara hangat di tengkuk sahabatnya, ia paham akan arah pertanyaan itu, tentu tentang Grup di akun Fesbuk yang ia ikuti sejak setahun lebih dan menjadi judul Sripsi yang di setujui bu Rina, Dosen pembimbing killer yang minimal menolak judul dan topik sampai lima kali baru di ACC!.
“ia, aku buka dan lihat statusmu berubah menjadi rumit, bukan berpacaran sama Hendra lagi, emang ada apa”
Yang di goda tertawa saja, tertawa ringan tanpa kesan, tertawanya gadis kota yang terjebak di alam liar, lereng rimba yang dingin, senyap, dan signal yang naik turun, kalau mau telpon atau sekedar internetan harus rela naik motor 15 menit kea rah lembah!.
Ah, di Jawa saja masih ada lokasi kayak gini, apalagi di pedalaman luar jawa, membayangkan saja ia merasa ngeri, untung masih ada Listrik Mikro Hidro kerjasama kampusnya dengan TNI Manunggal masuk desa, sehinga lokasi di mana mereka KKN tercukupi kebutuhan listriknya, biasa dibayangkan jika tanpa listrik di tempat sesenyap ini!.
“ia, aku emang gak mau pacaran, aku mau lulus baru nikahan, gak mau yang rumit, aku mau skripsi secepatnya Wie, jadi ketemu Bu Rina juga ya tadi”
“ia, beliau pesan agar kamu selepas KKN segera memperbaiki BAB I”
“ya, itulah, aku ingin bertemu langsung dengan para Perintis PPPSI, satu orang saja tidak masalah, lebih banyak lebih baik, agar bahan yang aku dapatkan lebih kaya dan mudah dalam eksekusi pembahasan dan bab selanjutnya Wie, jadi apa pesan Bu Rina hanya itu saja?”
“ya hanya itu, judulmu itu unik dan ada kasus tawuran pesilat di Nganjuk yang memakan korban luka parah, dan yang luka itu masih keponakan Bu Rina, jadi ia menyetujui judul yang kau ajukan kemarin sebelum KKN, judul yang tidak sengaja kamu dapat saat online di media social fesbook itu langsung saja beliau ACC”
“pasukan perdamaian pencak silat Indonesia, kayaknya itu nyambung deh dengan dialog kita dengan mbah Sastro tadi malam Wie”
Pertiwi, dara manis yang di kampusnya di Madiun akrab di panggil si Wiewie sejenak teringat kejadian tadi malam, saat ditugaskan Koordinator Desa untuk mengumpulkan data penduduk Desa Kuwiran di mana base camp mereka menempati rumah seorang kepala dukuh yang sederhana, rumah berdinding gedek bambu dan beratap seng yang sudah kusam dan koyak di sana-sini!.
Lepas jam 3 sore ia dan Indah naik ke rumah Mbah Sastro, rumah paling tinggi di Desa Kuwiran, sehingga dari teras rumah beliau, kota Madiun saat mulai senja nampak berkelip indah, bak jutaan kunang-kunang berkerlip memantulkan cahaya terang gemilang ke angkasa malam, sedang di rumah Mbah Sastro yang sederhana namun bersih itu hanya di terangi lampu redup saja, namun cukup bagi mata untuk membaca tulisan, daripada gelap sama sekali tanpa cahaya!.
Tak sengaja Indah beratanya pada sang kakek yang tinggal sendiri di rumahnya yang kecil, rumah berbentuk limas an khas jawa:
“teng gebyok niku potonipun sinten njih mbah”
Indah bertanya sambil menunjuk sebuah foto usang seorang tentara dengan topi khas Prajurit TNI Tempo Doloe dengan sebuah merah putih kecil di sisi kanannya, sosok yang mengingatkan foto Soeharto Muda saat menyusun siasat serangan Umum Satu Maret atas Jogjakarta saat revolusi kemerdekaan, foto yang sangat mirip dengan jendral bintang 5 yang legendaris tersebut.
Lalu si kakek menjelaskan kalau itu foto pak harto, dulu ia menjadi pengawalnya saat beliau menyusup ke Madiun dan Magetan untuk menerima perintah dari kurir Jendral Sudirman yang bertahan di Lereng Gunung Wilis karena Kejaran Belanda yang mengepung dari mulai kota Nganjuk, Madiun, Ponorogo sampai Kediri dan Pacitan.
Si kakek bercerita bahwa saat menjadi pengawal pak Harto, ia menyembunyikan beliau dengan sebuah ikat kepala melati gadung pemberian Gurunya saat masih Mondok di Banten pada seorang Kyai yang juga pendekar silat yang terkenal dengan Jawara Al Madad, karena seorang linuwih dan mampu menghilangkan sosoknya manakala bertemu dengan musuh di medan tempur, maka pak Harto menjadi tidak nampak saat ia hampir kepergok patroli Belanda di Alun-alun Madiun , ikat kepala itu menghilangkan sosok si pemilik dan kawannya yang ia pegang tangannya saat ada pemeriksaan di Pos, loloslah ia dan berhasil menembus penjagaan ketat serdadau Belanda, sampai Magetan ia kembali karena tugasnya selesai, dan sebagai kenang-kenangan atas jasa mbah Sastro atas pak Harto tersebut, beberapa tahun setelah beliau menjadi Jendral kesayangan Bung Karno sempat singgah di Rumahnya dan meninggalkan sebuah foto yang kini nampak usang!.
“menopo njenengan mboten dados pejabat kemawon kados pak Harto Mbah?”
Si Kakek sepuh itu hanya tersenyum lalu menjadi tawa, seperti seorang kakek yang senang melihat cucunya bisa berjalan pertama kali:
“Mergo aku nompo sasmito nduk, lamun Banjir Getih perang sedulur karo sedulur neng Etan Gunung Kulon Gunung rampung bakal ono srikandi jawa sing bakal dadi cucukaning uripe menungso kang memayu hayuning bawono”
“waduh mbah, kulo mboten mudeng meniko artosipun menopo njih mbah”
Panjang lebar si kakek bercerita:
Saat Belanda menduduki Madiun, Magetan, Nganjuk, Pacitan, trenggalek, Ngawi. Ponorogo dan sekitarnya dalam rangka menangkap Jendral sudirman, mereka merasa ketakutan karena ketangguhan gerilyawan Republik yang sangat hebat, bukan persenjataan modern namun karena kemampuan beladirinya yang sangat mengagumkan, banyak anak buah serdadu Belanda terlucuti senjatanya karena terkena sirep, bangun-bangun sudah telanjang dan senjata serta bajunya hilang karena di ambil oleh gerilyawan. Banyak juga yang tewas karena terkena sakit aneh, Belanda menyebar intelejen dan mata-mata, maka dapat disimpulkan bahwa kekuatan TNI di Wilayah yang mereka kuasai di penuhi para prajurit yang memiliki ilmu pencak silat yang tangguh!.
Pemberontakan PKI 1948 membuat Belanda mendapatkan ide gila untuk menyebarkan provokasi lewat intelejen dan mata-mata pribumi, maka Banjir darah mengerikan membuat bengawan Madiun berwarna merah, para pendekar yang Pro Rebuplik berjibaku dengan yang pro Pemberontak yang ingin menjadikan Indonesia Komunis, keruwetan dan unjuk kekuatan masing-masing pasukan di tambah provokasi intelejen asing yang ingin mengadu domba, maka membuat lengkaplah kengerian perang saudara itu.
Maka setelah 1965, Pak Harto yang di hormati mbah Sastro menggunakan taktik Belanda untuk menumpas PKI seakar-akarnya, Madiun dan sekitarnya mandi darah untuk kedua kali, kembali darah putra putri bumi pertiwi tertumpah akibat perang saudara yang penuh dendan kesumat!.
“lho, mbah, pak Harto meniko pahlawan pembangunan, kok sajakipun panjenengan mboten sarujuk kalian penumpasan PKI 65 sebabipun menapa to mbah”
Si kakek masih tetap tersenyum sareh, sosok sepuh itu kembali bercerita dengan mata menerawang, kisah yang sangat mengejutkan sampai lmelahirkan banyak perguruan pencak silat hampir setiap tahun di Indonesia, maka benturan dan persatuan menjadi sangat umum, terlebih di kawasan Madiun dan sekitarnya.
Dari kisah tersebut, Indah dan Pertiwi mengetahui jalan pikiran si Kakek yang sangat misterius, di lereng Gunung Wilis, ada seorang yang sangat luar biasa menceritakan kisah yang sangat bertolak belakang dengan sejarah yang mereka telan dan makan mentah-mentah, ah sejarah ditulis oleh sang penguasa, dan penguasa negeri ini antek-antek neo-kolonialisme yang menguras Freeport di Papua, Tambang Batubara di Kalimantan, emas dan Minyak Di Sumatra dan segunung kekayaan bumi gemah ripah ini tidak bisa dinikmati oleh anak-anaknya sendiri!.
Operasi intelejen oleh Belanda dan sekutunya memanfaatkan kebodohan mata-mata pribumi yang doyan harta dan nikmat sesaat duniawi, provokasi yang tetap berlangsung sampai hari ini, dimana semua pendekar pencak silat dari semua aliran di Indonesia di benturkan satu dengan yang lain agar makin pecah menjadi lebih banyak perguruan, IPSI mandul, lembaga bentukan pemerinytah yang gagal menyatukan dan mendamaikan kawasan panas, Madiun masih sering mandi darah para pendekar akibat provokasi kotor tangan-tangan asing, pun sampai sekarang!.
Saat pulang kandang kembali ke base camp KKN, mereka hanya terbengong saja, rumah mbah sastro sudah puluhan tahun kosong, rumah itu dijadikan tempat berteduh para pendaki Wilis dari jalur Kare, rumah tua yang bertahun-tahun tanpa penghuni itu dulu menurut cerita kepala dukuh memang dijadikan basis gerilyawan Republik saat melawan Belanda, pengalaman Kuliah Kerja Nyata, tidak dapat Gebetan ganteng kaya beken, namun bertemu mahluk luar biasa, entah Jin atau sebangsanya, yang jelas sosok yang mengaku mbah Sastro itu memberi pengaruh yang luar biasa tak terduga pada Pertiwi dan sahabatnya!.
KKN usai, pesta perpisahan haru sekali, Mahasiswa dari lima Universitas di Madiun, Ngawi, Magetan dan dan Sekitarnya pamit pada penduduk desa, acara di lepas di Lapangan Kecamatan Kare, Madiun, mendung menutupi langit semenjak pagi, seakan bersedih melepas ikatan batin antara mahasiswa dan rakyat desa!.
Mas Madji, panggilan akrab H Tarmadji Boedi Harsono menjadi target Indah dan Wiewie, sebagai Ketua Umum Persaudaraan Setia Hati Terate yang baru tentu beliau tahu banyak tentang “perang saudara” di Madiun dan sekitarnya!.
Maka pada hari minnggu, setelah menunggu sebulan, beliau bersedia menemui Rombongan Mahasiswa yang ingin wawancara dalam rangka Tugas dan Skripsi:
“monggo-monggo Mbak, pinarak mlebet kemawon sedoyo, ayo-ayo, jangan malu-malu, anggap saja rumah sendiri”
Si tuan rumah yang ternyata ramah itu nampak seprti lelaki setengah sepuh biasa saja, wajhnya kalem dan kebapakan, senyumnya teduh saja, Mahasiswa yang mengunjunginya di Minngu pagi beliau terima dengan legowo!.
“selamat pagi pak, ini, saya mewakili teman-teman, seperti janji kita kemarin untuk wawancara dengan bapak”
Wiewie mewakili kawan-kawan segera menunaikan tugas, lacak, rekam, lacak tulis, sraet-sret, gerak taktis, sampai semua info dari sang Ketua Umum perguruan yang kesohor itu dianggap cukup, sebelum ia pamit sempat diajak makan siang bareng, prasmanan di rumah ketua umum PSHT, busyet, naluri makan mahasiswa yang sering kelaparan hampir tak terbendung, masih ada rasa malu juga melihat sate dan beberapa menu menggiurkan yang lain, malu-malu mau, sikat ahkirnya, makan cepat-cepat, rombongan itu kini kekenyangaan sudah!.
Sore ia ketemu dengan kawan-kawan yang lain, presentasi atas segala tugas yang di bagi malamnya, ada yang menemui ketua berbagai Perguruan Pencak Silat, ada yang Melacak keberadaan para penggagas PPPSI.
Ia dan Indah semula yang bertugas melacak jejak sejarah berdirinya Organisasi PPPSI, beberapa yang baru pulang dari Desa Prambon, namun segan, masih capek habis turun KKN, memilih ke Rumah Ketua Umum PSHT karena mudah dilacak, kan tokoh ya namnya juga pemimpin, mudah dong ditemukan rumahnya!.
bertemu sosok perintis PPPSI, ia hanya mengatakan bahwa , di Desa Pramban Rt.006/01 Kec Dagangan Madiun - Jawa Timur beberapa pendekar yang terpanggil di Dunia Maya sepakat untuk mendirikan organisasi yang legalitasnya berbadan hukum sehingga menjadi yang namanya Pasukan Perdamaian Pencak Silat Indonesia lewat Kopi Darat sepakat untuk mengahkiri perang saudara yang lama mencengkeram mataram kulon.
“Ari Hidayat dari IKS PI mendirikan Grup, banyak masalah karena jadi ajang tawuran baru via “dunia maya” maka sepakat merombak susunan admin grup, yang netral jadi admin, yang pendendam biang provokasi di cut, lalu kopi darat beberapa kali di kota-kota pulau Jawa, dari Madiun sampai DKI Jaya, sepakat mengadakan forum resmi, usul sana sini, ini itu, seperti ini seperti itu, begini begitu maka lama-lama mengkristal menjadi Pasukan Perdamaian Pencak Silat Indonesia yang berlambangkan dua buah keris nusantara yang bermakna lika-liku perjalanan prajurit mencari jati diri dan jalan Ketuhanan, keris juga senjata para kesatria, keris yang menyilang lingkaran merah putih yang didalamnya ada tangan menyilang sebagai simbol patriotisme kaum pendekar terhadap NKRI yang dilingkari rantai kuat persatuan negerinya dengan kepakan sayap kanan kiri sebagai cita cita agung dan mulia dalam berjuang, pita bertuliskan Pasukan Perdamaian sebagai gerakan moral atau ikut tumandang dalam cawe-cawe menentramkan dunia persilatan yang lama terjebak dalam perang saudara warna hitam sebagai latar sebagai cerminan rasa wisdom, kebijaksanaan yang matang oleh olah rasa yang mapan kaum pendekar sejati!.
......dst
fiksi kanuragan nusantara modern, terinspirasi dari sepak terjang pendekar-pendekar pencak silat di wilayah mataraman.....WIRO YUDHO WICAKSONO...!!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar