FOTO PEMBEKALAN CALON WARGA PURWA PSCP KUBAR-KALTIM ANGKATAN 2017 DI LAPANGAN KAMPUNG REJOBASUKI BARONG TONGKOK TEPAT TENGAH MALAM DI MALAM MINGGU AWAL OKTOBER 2017
MALAM DI KALI KLIWIR
Malam Di Kali Kliwir
Ada sesuatu yang menarik, malam pekat di kawasan pedalaman Kalimantan Timur, di kampung Rejobasuki, Barong Tongkok, Kutai Barat-Kaltim, di tepian sungai kecil yang penduduk setempat menyebutnya dengan Kali Kliwir, jajaran pohon Bangris, yang menurut kepercayayan lokal di sukai mahluk-mahluk ghaib/energy astral untuk di jadikan tempat kediaman karena pohonnya yang sangat besar dan di sukai lebah hutan untuk bersarang, berjajar sangat menonjol dari pohon-pohon lainnya Karen ia menjulang paling tinggi, berkulit putih pucat dan licin.
Pohon yang bahkan di terbitkan surat larangan di tebang oleh pemerintah daerah dengan perda, karena pohon ini di sukai lebah madu penghasil madu hitam yang berkhasiat obat dan kecantikan, ya, benar, madu hitam yang legendaris dari pedalaman Kalimantan, madu yang di hasilkan alam liar yang penuh dengan bunganya yang beraneka ragam, ribuan jenis tanaman liar yang berkhasiat obat sejak jaman purba!!!.
Begitu rombongan para pendekar muda ,yang malam itu merapat ke lokasi dengan bersepeda motor (menurut taksiran kami, kalau berjalan kaki hanya perlu waktu 45 menitan dengan jalan santai), langsung mereka aku instruksikan untuk mematikan hape, karena baru nyampek, semua pada sibuk menghidupkan handphone, padahal dalam breafing singkat sebelum berangkat, sudah kami wanti-wanti untuk senyap, semua diam, konsentrasi penuh pada pengaturan nafas dan siaga selalu dengan suasana Kali Kliwir dengan treknya yang masih belum di aspal, hanya jalan tanah yang kadang sangat berbahaya sehabis hujan saking licin-nya.
Mereka kami intruksikan diam dan mengatur nafas biar mata mereka sejenak beradaptasi dengan kegelapan, sempurna sekali kepekatan di area ini, malam gelap pekat, melihat ujung hidung sendiri saja sangat susah, namun pengalamanku di lokasi yang sedemikian ini, kita hanya perlu menyesuaikan diri dengan suasana dan kondisi kelembapan udara karena ketiadaan pancaran sinar matahri atau bulan, maka lama-lama akan terbiasa, dan kaki akan aman melangkah karena nafas mulai teratur.
Namun tujuan utama kami adalah agar mereka tidak berisik, sehingga mencegah ketenangan yang mencekam di Kali Kliwir akan terganggu dengan celoteh dan hingar-bingar anak-anak muda remaja ini yang total hampir 40-an orang, ndak mau kami semua jika gara-gara mereka ribut sendiri akan ada kejadian aneh-aneh, beberapa kali warga muda menceritakan, saat matahari tenggelam/wanci surup, banyak penampakan di sekitar kali tersebut, serem!!!.
Apalagi, beberapa waktu mundur ke belakang, rombongan pelajar SMA N I yang berkemah di kawasan pelabuhan baru yang ada sebatang pohon Bangris-nya, baru masuk lokasi dengan nyanyi-nyanyi ala pramuka, tumbang satu persatu, menjerit-jerit menangis histeris, sehingga persami di batalkan karena rombongan siswanya banyak yang kesurupan mendadak dengan berbagai tingkah polah yang di luar nalar dan logika.
Tahun 2014, lokasi di kawasan ini di jadikan Latihan Rutin warga muda yang membuka Ranting Baru di Royoq, ndak ada seorang siswapun yang kesurupan, karena selalu datang dengan niat baik, berdoa dan selalu senyap, jauh dari teriakan dan celoteh yang tidak perlu, pesilat itu diam, tidak banyak berteriak, menghemat energi, bertindak seperlunya, terukur dan semua terkendali dengan baik, inti dari semangat juang Wiro Yudo Wicaksono yang Padepokan Macan Putih Gunung Lawu ajarkan kepada kami semua.
Lanjut dengan yang di Kali Kliwir, Rejobasuki, Barong Tongkok-Kaltim
Tak lama dalam kegelapan, sepeda motor mas Yusu, mas Kusno dan Mas Udin memasuki lokasi, maka prosesi mencuci sabuk mori di mulai, aku sibuk mencari angle yang bagus untuk di jadikan obyek kamera “mahal-ku”, dengan penerangan sinar cahaya motor mas Yusuf, beberap moment pendekar muda beraktifitas mencuci kain sabuk pendekar mereka aku abadikan dalam beberapa jepretan, lalu kamera aku masukkan tas slempang, aku sengaja betul untuk hemat battray, ndak mau kasus di Jantur Inar terulang, manakala masuk moment paling berharga, malah ndak terdokumentasi hanya Karen batrey lowbat.
Si Trio dan beberapa warga muda menginformasikan, Kali Kliwir baru saja di pakai untuk mencuci jeroan sapi, namun aku yakin, dengan debit air yang bagus, sisa kotoran akan cepat terbawa arus dan bau amis akan cepat hilang.
Terbukti, saat kami mulai ramai mencuci mori, ndak ada bau amis, aku sendiri terkantukl-kantuk, sehabis pulang kerja, berburu bunga 7 rupa, masih kurang satu lagibunga utma, si Cempka putih, jam 8 malam, sehabis hujan badai menghajar Kubar berangkat cepat, berburu bunga Kanthil yang di tanam berjajar sekitar 20-an pohon.
Di depan kantor Samsat Barong Tongkok harapanku uuntuk mendapatkan si bunga Kanthil ini, pohon yang masih perdu, sekitar 3 tahunan usia pepohonan yang bunganya sangat kami perlukan malam ini untuk ritual mencuci mori.
Mori, selembar kain kematian, kain yang menandakan kami adalah warga sah dari sebuah padepokan yang malah banyak dari kami yang belum pernah sowan menghadap sang guru besar, Mbah Wagiman Dwija Wasana.
Karena ia terletak nun jauh di lembah Gunung Lawu, perbatasan bumi Jawa Tengah dan Jawa Timur, jauh sekali dari posisi kami malam ini mencuci mori, kami yang tetap tabah berjuang, tabah berlatih, dan yang tetap tegak memegang apa yang pernah kami yakini dan kami perjuangkan sampi detik ini, berjalan di jalan Panca Setia!.
Menempa jati diri kami, dalam kawah candradimuka pencak silat Cempaka Putih yang kami cintai dan banggakan senantiasa, dan itu-lah yang membuat kami tetap maju dan maju, terus maju sehingga kami makin yakin, kamilah para kesatria berkerah putih yang selalu bersemboyan untuk hamemayu hayuning bawono, ber-wiro yudo wicaksono, karena suro diro jayaningrat akan selalu lebur luluh oleh pangastuti!!!.
(tutup : manakala seorang pendekar muda tetap yakin apa yang di perjuangkan-nya adalah panggilan nurani, maka ia akan sampai pada tataran yang orang awam akan sulit untuk memahaminya, karena hanya sang pendekarlah yang bisa tahu dan merasakannya, rasa nikmat oleh manisnya buah perjuangan yang di tempa siang malam, susah senangnya berjuang di jalan pendadaran jiwa raga pencak silat Cempaka Putih, yang suatu saat akan mengantarkan andika sekalian menjadi sosok yang sabar, bijaksana dan berjiwa besar, sosok yang mencintai tanah air dan bangsanya dengan tulus, cinta yang melahirkan gerak langkah untuk berjuang tanpa pamrih demi kejayaan ibu pertiwi kinasih……… Selesai).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar