Selasa, 12 September 2017

EXSPEDISI INAR

DARI TIRTO JIWO HINGGA JANTUR INAR





Banyak hal, namun satu yang paling menarik, antara Jawa dan Kalimantan (selama hampir 7 tahun saya di sini, Kaltim), air terjun yang sangat mirip (antar air terjun Tirto Jiwo = air terjun Jantur Inar) baik (suasana, alam sekitar, getaran rasa dll) maupun kanopi floranya yang masih “perawan”, Kemarin sama kawan-kawan Rejobasuki, berenam/genap (Hasan, Rahul, Imam, Aldi), kemuadian jadi 8 karena ada yang nyusul (Aspiyan, Triogo dan Keponakan Mas Usup), waktu sampai di Lokasi (yang jauh dari Melak), saya untuk kesekian kali paham (mengapa 7 tahunan gak bisa pulang ke Jawa), Tuhan masih memberi kesempatan saya untuk melihat karuni-Nya yang ngedab-edabi (air terjun Jantur Inar), gak rugi, 7 tahun di Kaltim, ada hikmahnya, seneng dan bersyukur bisa di beri waktu dan kesempatan sowan di Jantur Inar, dahsyat, ngedab-edabi saya istilahkan, apa yang dahsyat....getaran rasa, rasa trenyuh, haru, senang, bangga, semangat dll menyatu manakala saya dan kawan-kawan seperjuangan gladen (olah pernafasan dasar) di antara deru gemuruhnya hantaman air yang membuat udara bergetar dan jasad wadag kami menggigil berjibaku dengan arus udara berembun yang bergelombang manghantam wajah, dada, perut, kaki kami saat memasang kuda-kuda di depan air terjun yang siang itu separuh tersiram matahari yang menerobos sela-sela pohon Bangris raksasa yang membuat suasana sangat “seram” namun hening dan member kesam keramat buat kami anak-anak manusia yang gandrung akan ketentraman batin, kebahagiaan sejati, jiwa raga yang manunggal nyawiji.

Legenda lokal (saya sarikan dariMbah Google (destinasi pariwisata Kutai Barat)
Sesungguhnya kisah Inar, sebuah kisah hidup yang dirundung duka lara/tragis dan kepedihan hidup gadis muda yang harus mengakhiri hidupnya dengan terjun ke dalam air terjun yang telah mengabadikan namanya.

Sewaktu Bangsa Belanda menduduki bumi pertiwi khususnya Kalimantan (Borneo), seorang Tumenggung bernama Ngaroh dengan gelar Setia Raja, memiliki 8 anak, yaitu Krongo (Kakah Lauq), Tuli (Kakah Mantiq), Tongaq (Kakah Blokoq), Kobaq (Kakah Bioroq), Teq, Main, Ukay dan Ruay.

Ragetn seorang cucu sang Tumenggung dari anak sulung, Krongo, menikah dengan Kudus dan tinggal di Lamin Temula. Empat anak dilahirkan Ragetn yaitu, Ayus, Lejiu, Gunung dan Inar sebagai putri bungsu.

Setelah dewasa Inar menikah dengan seorang pemuda bernama Baras namun keduanya tidak dikaruniai anak.
Sejak kecil Inar menderita penyakit barah, semacam kudis dan lemah tulang setengah lumpuh.
Suatu saat sang suami mengalami kebutaan hingga tidak bisa bekerja untuk menghidupi Inar dan dirinya sendiri, akhirnya Inar harus bersusah payah untuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, ditambah lagi tidak ada satupun sanak saudaranya yang mau menghiraukan dan memperhatikan nasibnya.

Hingga pada suatu hari Inar dan Baras beristirahat di puncak sebuah air terjun yang mengalir deras setelah seharian bekerja menjari umbi keladi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari di dalam keranjang rotan (Lanjung) besar.

Disaat keheningan itu Baras marah-marah dengan mengeluarkan suara yang cukup keras sambil melempar batu ke bawah jantur, karena menyesali nasib hidupnya yang hina dina.
Kemarahan Baras itu dilatarbelakangi karena dia tidak bisa bekerja disebabkan kebutaan ditambah lagi isterinya Inar selalu sakit-sakitan. Tanpa berpikir panjang tiba-tiba Baras mendorong istrinya ke bawah air terjun yang cukup tinggi mencapai 30 meter disusul oleh Baras dan seketika itu juga Baras mati ditempat.

Namun lain halnya dengan Inar, ia tidak mati karena ditahan oleh sebuah Pelangi yang muncul tiba-tiba dan hilang secara gaib bersama jasad Inar dan itu hingga sekarang tidak pernah ditemukan, maka sejak itu jantur di Kampung Temula Kecamatan Nyuatan diberi nama Inar atau dikenal Jantur Inar.
Sumber : http://potretbumihulumahakam.blogspot.com/2008_04_01_archive.html Terletak di Kampung Temula, Kecamatan Nyuatan, Kabupaten Kutai Barat, Propinsi Kalimantan Timur. Peta dan Koordinat GPS:

Aksesbilitas

Berjarak sekitar 30 km dari pusat kota Sendawar. Untuk menuju lokasi ini dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan roda maupun empat dan dan jalan ke sana sangat baik karena sudah diaspal dengan memakan waktu sekitar 1 jam.
Air terjun ini berada di kiri jalan menuju Dempar, ibukota kecamatan Nyuatan, akan nampak papan nama Jantur Inar yang terpampang dengan jelas.
Kurang lebih 400 meter perjalanan dilanjutkan melalui jalan tanah hingga tiba di lokasi. Untuk sampai ke dasar air terjun ini harus turun ke bawah melewati sekitar 200 anak tangga yang berjarak 20 cm satu sama lain.
Jantur Inar memiliki ketinggian sekitar 30 meter. Air terjun masih kelihatan alami dengan lumut-lumut yang menempel di batu-batu dan tumbuhan liar disekelilingnya.
Tak jauh dari Jantur Inar di Kampung Dempar Kecamatan Nyuatan ternyata cukup banyak air terjun seperti Jantur Lagai, Enjam, dan Mukuuq.

Catatan Kecil : Tirto Jiwo adalah nama sebuah air terjun di Dukuh Wonomulyo, Kecamatan Poncol, Magetan Jawa Timur, Kaki Gunung Lawu sebelah selatan (berbatasan dengan Tawangmangu Jawa Tengah), terletak di ketinggian 1000 m dpl.
Lokasi ini sering saya jadikan lokasi meditasi mencari inspirasi manakala menyelesaikan skripsi saya untuk meraih Gelar Sarjana Pertanian di tahun 2006 yang lalu, semoga masih ada kesempatan ke sana lagi.
Spesial makasih banyak buat bubuhan Warga PSCP RJB, perjuangan tak pernah usai kawan, semangat!!!!!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Trisula Kembar

Sepasang Trisula Kembar, senjata yang menjadi lambangIkatan Pencak Silat Indonesia