DARI TIRTO JIWO HINGGA JANTUR INAR
Banyak hal, namun satu yang paling
menarik, antara Jawa dan Kalimantan (selama hampir 7 tahun saya di sini,
Kaltim), air terjun yang sangat mirip (antar air terjun Tirto Jiwo = air terjun
Jantur Inar) baik (suasana, alam sekitar, getaran rasa dll) maupun kanopi
floranya yang masih “perawan”, Kemarin sama kawan-kawan Rejobasuki,
berenam/genap (Hasan, Rahul, Imam, Aldi), kemuadian jadi 8 karena ada yang
nyusul (Aspiyan, Triogo dan Keponakan Mas Usup), waktu sampai di Lokasi (yang
jauh dari Melak), saya untuk kesekian kali paham (mengapa 7 tahunan gak bisa
pulang ke Jawa), Tuhan masih memberi kesempatan saya untuk melihat karuni-Nya
yang ngedab-edabi (air terjun Jantur Inar), gak rugi, 7 tahun di Kaltim, ada
hikmahnya, seneng dan bersyukur bisa di beri waktu dan kesempatan sowan di
Jantur Inar, dahsyat, ngedab-edabi saya istilahkan, apa yang dahsyat....getaran
rasa, rasa trenyuh, haru, senang, bangga, semangat dll menyatu manakala saya
dan kawan-kawan seperjuangan gladen (olah pernafasan dasar) di antara deru gemuruhnya
hantaman air yang membuat udara bergetar dan jasad wadag kami menggigil
berjibaku dengan arus udara berembun yang bergelombang manghantam wajah, dada,
perut, kaki kami saat memasang kuda-kuda di depan air terjun yang siang itu
separuh tersiram matahari yang menerobos sela-sela pohon Bangris raksasa yang
membuat suasana sangat “seram” namun hening dan member kesam keramat buat kami
anak-anak manusia yang gandrung akan ketentraman batin, kebahagiaan sejati,
jiwa raga yang manunggal nyawiji.
Legenda lokal (saya sarikan dariMbah
Google (destinasi pariwisata Kutai Barat)
Sesungguhnya kisah Inar, sebuah
kisah hidup yang dirundung duka lara/tragis dan kepedihan hidup gadis muda yang
harus mengakhiri hidupnya dengan terjun ke dalam air terjun yang telah mengabadikan
namanya.
Sewaktu Bangsa Belanda menduduki
bumi pertiwi khususnya Kalimantan (Borneo), seorang Tumenggung bernama Ngaroh
dengan gelar Setia Raja, memiliki 8 anak, yaitu Krongo (Kakah Lauq), Tuli
(Kakah Mantiq), Tongaq (Kakah Blokoq), Kobaq (Kakah Bioroq), Teq, Main, Ukay
dan Ruay.
Ragetn seorang cucu sang Tumenggung
dari anak sulung, Krongo, menikah dengan Kudus dan tinggal di Lamin Temula.
Empat anak dilahirkan Ragetn yaitu, Ayus, Lejiu, Gunung dan Inar sebagai putri
bungsu.
Setelah dewasa Inar menikah dengan
seorang pemuda bernama Baras namun keduanya tidak dikaruniai anak.
Sejak kecil Inar menderita penyakit
barah, semacam kudis dan lemah tulang setengah lumpuh.
Suatu saat sang suami mengalami
kebutaan hingga tidak bisa bekerja untuk menghidupi Inar dan dirinya sendiri,
akhirnya Inar harus bersusah payah untuk mencari nafkah untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari, ditambah lagi tidak ada satupun sanak saudaranya
yang mau menghiraukan dan memperhatikan nasibnya.
Hingga pada suatu hari Inar dan
Baras beristirahat di puncak sebuah air terjun yang mengalir deras setelah
seharian bekerja menjari umbi keladi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
sehari-hari di dalam keranjang rotan (Lanjung) besar.
Disaat keheningan itu Baras
marah-marah dengan mengeluarkan suara yang cukup keras sambil melempar batu ke
bawah jantur, karena menyesali nasib hidupnya yang hina dina.
Kemarahan Baras itu dilatarbelakangi
karena dia tidak bisa bekerja disebabkan kebutaan ditambah lagi isterinya Inar
selalu sakit-sakitan. Tanpa berpikir panjang tiba-tiba Baras mendorong istrinya
ke bawah air terjun yang cukup tinggi mencapai 30 meter disusul oleh Baras dan
seketika itu juga Baras mati ditempat.
Namun lain halnya dengan Inar, ia
tidak mati karena ditahan oleh sebuah Pelangi yang muncul tiba-tiba dan hilang
secara gaib bersama jasad Inar dan itu hingga sekarang tidak pernah ditemukan,
maka sejak itu jantur di Kampung Temula Kecamatan Nyuatan diberi nama Inar atau
dikenal Jantur Inar.
Sumber : http://potretbumihulumahakam.blogspot.com/2008_04_01_archive.html Terletak di Kampung Temula, Kecamatan Nyuatan, Kabupaten Kutai Barat, Propinsi Kalimantan Timur. Peta dan Koordinat GPS:
Aksesbilitas
Berjarak sekitar 30 km dari pusat
kota Sendawar. Untuk menuju lokasi ini dapat dicapai dengan menggunakan
kendaraan roda maupun empat dan dan jalan ke sana sangat baik karena sudah
diaspal dengan memakan waktu sekitar 1 jam.
Air terjun ini berada di kiri jalan
menuju Dempar, ibukota kecamatan Nyuatan, akan nampak papan nama Jantur Inar
yang terpampang dengan jelas.
Kurang lebih 400 meter perjalanan
dilanjutkan melalui jalan tanah hingga tiba di lokasi. Untuk sampai ke dasar
air terjun ini harus turun ke bawah melewati sekitar 200 anak tangga yang
berjarak 20 cm satu sama lain.
Jantur Inar memiliki ketinggian
sekitar 30 meter. Air terjun masih kelihatan alami dengan lumut-lumut yang
menempel di batu-batu dan tumbuhan liar disekelilingnya.
Tak jauh dari Jantur Inar di Kampung
Dempar Kecamatan Nyuatan ternyata cukup banyak air terjun seperti Jantur Lagai,
Enjam, dan Mukuuq.
Catatan Kecil : Tirto Jiwo adalah
nama sebuah air terjun di Dukuh Wonomulyo, Kecamatan Poncol, Magetan Jawa
Timur, Kaki Gunung Lawu sebelah selatan (berbatasan dengan Tawangmangu Jawa
Tengah), terletak di ketinggian 1000 m dpl.
Lokasi ini sering saya jadikan
lokasi meditasi mencari inspirasi manakala menyelesaikan skripsi saya untuk
meraih Gelar Sarjana Pertanian di tahun 2006 yang lalu, semoga masih ada
kesempatan ke sana lagi.
Spesial makasih banyak buat bubuhan
Warga PSCP RJB, perjuangan tak pernah usai kawan, semangat!!!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar